Belajar Sejarah Melayu dari Pulau Penyengat Inderasakti

Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 2 km dari Kota Tanjungpinang, pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau.
Pulau Penyengat tak bisa lepas dari Tanjung Pinang sebagai pintu masuk menuju pulau bersejarah ini. Sembari mengikuti kemeriahan Festival Pulau Penyengat 2019, Tukang Jalan Jajan juga mengeksplorasi keindahan Pulau penyengat dan Kulinernya. Jangan khawatir, beberapa lokasi nikmat di Tanjung Pinang dan keindahan Tanjung Pinang juga sempat mengunjunginya. Ikuti perjalanan yang penuh keseruan ini ya. Mau mulai dari mana dulu? Lokasi wisata atau masalah perut?

Belajar Sejarah Melayu dari Pulau Penyengat Inderasakti
Belajar Sejarah Melayu dari Pulau Penyengat Inderasakti
Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 2 km dari Kota Tanjungpinang, pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter, berjarak lebih kurang 35 km dari Pulau Batam. Pulau ini dapat ditempuh dari Tanjungpinang dengan menggunakan perahu bermotor atau lebih dikenal pompong yang memerlukan waktu tempuh kurang lebih 15 menit. Terombang ambing dilaut dengan hamparan dan pemandangan yang luas, sungguh menyenangkan.

Peta lokasi Peninggalan Sejarah Pulau Penyengat
Peta lokasi Peninggalan Sejarah Pulau Penyengat
Selain sebagai mahar pernikahan, Pulau Penyengat menjadi saksi perang saudara yang terjadi di dalam tubuh Imperium Melayu: Kesultanan Johor-Pahang-Siak-Lingga. Perang saudara ini melahirkan dua kubu yang terpisah hingga kini, tak hanya sekali, perang saudara ini berulang, hingga akhirnya dipisahkan oleh sebuah Perjanjian London pada tahun 1824. Dua kubu yang berseteru didukung dua negara penjajah, berdasarkan perjanjian, Johor dan Pahang didukung oleh Inggris sedangkan Siak dan Lingga didukung oleh Belanda. Sampai sekarang, kedua kubu ini masih terpisah, Johor dan Pahang menjadi dua negara yang menjadi bagian dari Malaysia. Sedangkan Siak dan Lingga termasuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di Indonesia Kesultanan Siak berpusat di sekitar Kampar, Provinsi Riau lalu Kesultanan Lingga berpusat di Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Penyengat menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Lingga.


Budaya dan Sejarah di Pulau Penyengat

Budaya Melayu begitu kental terasa saat masuk ke Pulau Penyengat, Mulai dari Bahasa, Gaya penampilan hingga arsitektur. Setelah selesai Festival Pulau Penyengat, Tukang Jalan Jajan memutuskan untuk berkeliling Pulau penyengat. Tak perlu butuh waktu lama, dalam satu hari kita bisa menyelesaikannya dari ujung ke ujung tanpa harus bersusah payah.

Gerbang selamat datang di Pulau Penyengat
Gerbang selamat datang di Pulau Penyengat
Kebanyakan di Pulau Penyengat peninggalan berupa rumah tinggal, beberapa masih terawatt dengan baik walaupun tak ditempati, sisanya sudah rusak sebagian dan beberapa sudah rata dengan tanah termasuk istana kerajaan Riau-Lingga yang hanya menyisakan pintu gerbang kerajaan saja. Keberadaan bangunan bersejarah di Pulau Penyengat keberadaannya sulit dideteksi karena berada diantara pemukiman rumah. Jika komleks istana sudah rusak maka kesulitan untuk mencari jalan menuju kesana. Selain bangunan, ada keberadaan perigi atau sumber mata air tawar yang tersebar dipulau dan masih aktif digunakan. Lokasi pemandian kerajaan, gudang peluru, tempat penobatan raja dan pemakaman yang tersebar dibeberapa tempat

Tak hanya itu ada beberapa bangunan baru yang sengaja dibuat untuk memudahkan pengunjung membuat gambaran bagaimana keberadaan Melayu di Pulau Penyengat seperti rumah Melayu yang dijadikan dewan adat. bangunan pangung yang digunakan untuk berkumpul warga termasuk pelabuhan yang kemungkinan besar digunakan anggota kerajaan untuk mendarat.
Mari ikut saya berkunjung!

Menapak Puing Puing Istana Kesultanan Riau Lingga

Hampir tidak ada yang tersisa disini. Hanya ada pintu gerbang masuk yang masih berdiri kokoh namun sudah ditumbuhi tanaman perdu yang merayap. Saya melangkah kedalam dan menemukan beberapa peninggalan  sisa-sisa bangunan istana Sultan Abdurrachman Muazamsyah, yang merupakan Sultan Riau Lingga yang terakhir.

gerbang masuk Istana Kesultanan Riau Lingga
gerbang masuk Istana Kesultanan Riau Lingga
didalamnya hanya hamparan tanah kosong. Ada batu berundak persegi delapan yang dipercaya sebagai tempat raja diangkat namun tak terurus, lokasinya dibelakang sekolah. Sisa sisa tiang yang sudah rubuhpun berbentuk segi delapan. Dibagian belakang terdapat satu sumur dan dua pemandian yang dikabarkan sebagai tempat raja dan ratu mandi. Saya hanya bisa membayangkan, tak tahu seperti apa bentuk aslinya. Dari sisa-sisa bangunan dapat diperkirakan bahwa dulu merupakan sebuah istana yang amat megah 

Perigi didalam istana Kesultanan yang digunakan untuk mandi Raja dan anggota kerajaan
Perigi didalam istana Kesultanan yang digunakan untuk mandi Raja dan anggota kerajaan
Tak hanya itu, bertebaran pura puing puing lain yang sudah rata dengan tanah, seperti kediaman Raja Ali Haji yang hanya menyisakan tembok bagian luar saja. sementara rumahnya hanya tinggal bekas tembok yang hampir tak terlihat lagi. Kabarnya penghancuran bangunan ini dilakukan atas perintah Sultan Abdurrachman Muazamsyah meninggalkan pulau mengungsi ke Singapura karena ingin dikuasai Belanda. Berhimpitan dengan sebatang pohon besar terlihat pula sisa gedung milik Tengku Bilik, adik Sultan Riau Lingga terakhir, yang bersuamikan Tengku Abdul Kadir. Bentuk bangunan masih tampak jelas, yang menggambarkan ciri-ciri rumah yang amat disukai oleh para bangsawan pada akhir abad XIX.
Bangunan Imperium Melayu,Tak Utuh Namun Masih Terlihat Megah

Beberapa bangunan lain masih bernasib baik. Temboknya masih berdiri kokoh namun bagian atap, jendela dan pintu sudah hilang. Ada yang rusak dimakan zaman, adapula yang dikabarkan terbakar. Di tengah-tengah kediaman penduduk akan dijumpai sisa gedung Engkau Duah yang merupakan tabib kerajaan. Profil bangunan bergaya Portugis tampak pada sisa-sisa kantor istana milik Raja Ali Marhum. Tembok yang mengelilingi sedung masih utuh. Pembangunan fisik yang pesat terjadi pada masa pemerintahan Raja Ali Marhum Kantor yang saat itu menjabat Sebagai Yang Dipertuan Muda Riau VIII.
sisa-sisa kantor istana milik Raja Ali Marhum
sisa-sisa kantor istana milik Raja Ali Marhum
Bangunan lain yang bisa terlihat adalah Rumah Raja Ahmad Thabib bin Raja Hasan bin Raja Ali Haji. Bangunan yang tidak lagi beratap itu berdenah persegi panjang. Berukuran 12 x 8 meter, melintang tenggara-baratlaut 124,38 derajat. Sebagian besar dindingnya telah terkelupas. Menampakkan susunan bata merah yang terlihat rapuh. Di bagian dinding barat daya terdapat pintu yang berada tepat di tengah. Di kiri dan kanannya terdapat jendela yang tidak lebih tinggi dari pintu. Di bagian atasnya ada deretan jendela dan pintu yang posisinya sama dengan pintu dan jendela yang berada di bawahnya. Susunan pintu dan jendela seperti ini juga terdapat di dinding timurlaut. Ini adalah Rumah Tabib di Pulau Penyengat yang menyisakan susunan bata marah rapuh.
Rumah Raja Ahmad Thabib bin Raja Hasan bin Raja Ali Haji.
Rumah Raja Ahmad Thabib bin Raja Hasan bin Raja Ali Haji.
Di dinding tenggara dan baratlaut terdapat empat jendela yang posisinya sejajar secara vertikal dan horizontal. Sebagian dari jendela-jendela itu masih memerlihatkan kayu-kayu berbentuk persegi panjang, dengan ventilasi di bagian atasnya. Di tengah dindingnya tampak deretan lubang berbentuk persegi. Sepertinya berfungsi sebagai tempat balok-balok kayu penyangga lantai kedua. Uniknya, di sudut selatan terdapat akar pohon yang seolah mencengkeram susunan bata merah bangunan itu. Di bagian atas dinding yang masih menyisakan plester yang mulai menghitam itu tumbuh semak belukar dan pohon-pohon kecil. Bahkan sebatang pohon pun tumbuh di dinding sisi timur  laut. Puing-puing bata yang terlepas dari dinding teronggok di dalam bangunan yang ditumbuhi rerumputan.
Gerbang masuk menuju puing piung rumah Raja Ali Haji
Gerbang masuk menuju puing piung rumah Raja Ali Haji

Sebagai bekas berkumpulnya cendekiawan Pulau Penyengat juga ditandai dengan puing-puing bekas percetakan dan gedung Rusdiah Klub, yang merupakan perkumpulan cendikiawan Melayu di Pulau Penyengat. Percetakan dibangun tahun 1890. Sisa-sisa lainnya yang tampa agak utuh adalah taman pantai dengan pemandangan yang mengesankan.
Sayangnya, agak sulit bagi saya mencari sejarah Pulau Penyengat secara mendetail. Banyak sekali bangunan yang memang tak utuh lagi namun saya yakin, dari ukuran bangunan yang luas, langit langit yang tinggi serta pintu dan jendela yang besar. Bisa dipastikan bangunan ini megah dan luas. Terlihat, bahwa Peradaban Bangsa Melayu di Pulau ini sungguh maju

Kebesaran Islam di Pulau Penyengat

Masjid Raya Sultan Penyengat tentu jadi bangunan pertama yang terlihat dari pinggiran laut, simbol kebesaran kerajaan Melayu yang dianggap penjaga kesucian Pulau ini. Terlihat bagaimana kedekatan Sultan dan penduduk Pulau Penyengat kepada Sang Pencipta. Pendiriannya diprakarsai oleh Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman, yang kekuasaannya menjangkau Johor dan Pahang di semenanjung Malaysia. Masjid Raya Sultan Penyengat adalah yang pertama yang menggunakan kubah di Nusantara. 

Gerbang masuk Masjid Raya Sultan Penyengat
Gerbang masuk Masjid Raya Sultan Penyengat
Temboknya dibuat dengan putih telur, kapur, pasir dan tanah liat sekitar tahun 1761-1812 dengan ketebalan 40-50 cm, dengan gaya arsitektur yang sangat beragam, dari Melayu, Arab, India dan Turki. Sampai sekarang bangunan ini masih kokoh dan digunakan untuk aktifitas sehari-hari.

Pengunjung  masuk  ke Masjid Raya Sultan Penyengat
Pengunjung  masuk  ke Masjid Raya Sultan Penyengat
Masjid ini memiliki sebanyak 13 kubah dan 4 atap menara. Apabila dijumlahkan, 17 menjadi lambang jumlah rakat sholat yang harus dijalani umat Islam selama sehari. Selain bentuk arsitektur yang unik, masjid ini juga menyimpan lebih dari 300 kitab mushaf Al-Qur’an yang ditulis oleh beberapa penulis, salah satunya adalah Abdurrahman Stambul, putera Riau yang diutus oleh Sultan untuk belajar di Turki sekitar tahun 1867 M. Kitab yang tersimpan di dalam lemari itu seluruhnya berasal dari Arab Saudi pada abad ke-18 silam. Didalamnya ada dua lampu hias besar ditambah beberapa lampu antik sumbangan Supardjo Rustam ketika menjabat sebagai menteri dalam negeri. Masjid makin terasa antik ketika menyaksikan dua lemari kitab kuno berukiran Jepara. Belum lagi jam dinding antik buatan Eropa.
Masjid Raya Sultan Penyengat berwarna kuning
Masjid Raya Sultan Penyengat berwarna kuning
Saya sempat berkeliling bangunan ini, terasa sejuk, padahal udara siang itu sangat panas. Bisa jadi ini akibat bahan yang digunakan untuk membangun masjid ini. Bangunan ini belum pernah direstorasi. Masih kokoh berdiri dan menjadi salah satu landmark karya penduduk Pulau Penyengat sendiri.

Bangunan Utuh Lainnya, Saksi Bisu Kerajaan Riau Lingga

Istana kantor merupakan istana sekaligus kantor yang didirikan pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VIII Raja Ali (1844–1857 M). Gedung istana hanya menyisakan bangunan utama (mungkin kantor) dan sebuah menara pandang yang dikelilingi dinding. Di bagian belakang bangunan utama tampak puing-puing yang saya duga merupakan bagian dari istana.Berkeliling rumah ini membuat saya merinding, bangunan yang masih megah namun tak terawat. Sudah pasti menyimpan banyak misteri dan cerita. Saya tidak tahu seperti apa bagian dalamnya. naum dibagian luar dekat gerbang, terdapat sebuah perigi.
Istana kantor  Yang Dipertuan Muda Riau VIII Raja Ali
Istana kantor  Yang Dipertuan Muda Riau VIII Raja Ali
Saya beranjak menuju bukit kursi, saat jalan akan menanjak, ada sebuah gedung kecil yang sudah dipugar, yang disebut gedung mesiu atau gedung obat bedil. Menurut keterangan ada empat gedung serupa di tempat tersebut, hanya yang lainnya sudah tinggal sisa-sisa saja. makin keatas maka akan ada komplek pemakaman. Boleh dibilang, pekuburan tua yang merupakan tempat peristirahatan keluarga kerajaan cukup banyak di pulau ini.
Peristirahatan Terakhir Kerajaan di Pulau Penyengat
Selama berkelilin Pulau, saya menemukan banyak sekali kompleks pemakaman Sultan, Sanak saudara hingga pengikutnya, antara lain kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah. Dalam kompleks makam ini dapat pula ditemui pusara tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, yaitu pusara Raja Haji Abdullah Marhum Mursyid. Yang Dipertuan Muda Riau IX, pusara Raja Ali Haji, pujangga Gurindam XII yang terkenal. Juga dapat dijumpai pusara raja Haji Abdullah, hakim Syariah. 

kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah
kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah

Di bukit selatan Pulau Penyengat terdapat makam Raja Haji Marhum Teluk Ketapang, bersebelahan dengan makam Habib Seikh seorang ulama terkenal di jaman Kerajaan Riau. Raja Haji Teluk Ketapang adalah Yang Dipertuan Muda Riau IV.

kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah
kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah
Makam lainnya adalah kompleks makam raja Jaafar, Yang Dipertuan Muda Riau VI. Kompleks ini termasuk salah satu bangunan yang indah dengan pilar-pilar, kubah-kubah kecil dan kolam air untuk berwudu. Sedang di lereng bukit di belakang Mesjid Raya terdapat pula makam Raja Abdurrachman Marhum Kampung Bulang, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Pusarannya dikelilingi tembok yang dihiasi dengan ukiran timbul dan porselin di bagian muka.

Raja Haji Teluk Ketapang adalah Yang Dipertuan Muda Riau IV.
Raja Haji Teluk Ketapang adalah Yang Dipertuan Muda Riau IV.
Bagi peminat wisata budaya, Pulau Penyengat memang menampilkan kelebihan tersendiri. Penduduk yang ramah, angkutan yang lancar, peninggalan sejarah, pemandangan yang indah dan Tanjung Pinang sebagai kota dagang membuat kawasan tersebut amat potensial.
Pulau Penyengat yang indah dan mungil sarat dengan peninggalan sejarah ini, tentu saja akan sangat bermanfaat bagi pengkajian budaya Melayu saat ini dan di masa mendatang.

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.