Kuil Merah Dewi Durga di Varanasi

Durga temple adalah salah satu kuil terkenal di Varanasi. Bangunannya berwarna merah tua dengan sebuah kolam luas di belakangnya. Di kolam itu terdapat banyak ikan. Seorang bapak-bapak paruh baya melemparkan makanan ikan kedalam kolam

Sejenak berjalan di Varanasi , kami tiba di sebuah kuil berwarna kekuningan. Itu bukanlah Durga Temple yang hendak saya tuju, tapi apa salahnya jika kami mampir. Saya tidak tahu apa nama kuil atau candi tersebut yang pasti ada sebuah patung dewi, kemudian ada pula patung lembu nandini. Lembu Nandini adalah kendaraan dewa Shiwa. Konon itulah yang menjadi asal-usul mengapa Sapi atau Lembu menjadi hewan yang disucikan di India.
Kuil Dewi Durga berwarna merah
Kuil Dewi Durga berwarna merah 
Kuil tersebut sepi dan tidak ada satu orangpun di dalamnya. Karenanya kami bebas mengambil gambar. Selepas dari sana, kami melanjutkan perjalanan menuju tujuan kami sebenarnya yaitu Durga Temple. Dan beberapa kali kami kembali menyaksikan bagaiman sapi begitu menguasai jalan. Para pengendara mobil, ricksaw, atau sepeda motor yang biasanya saling salip dan tidak mau mengalah itu justru mengalah pada para sapi yang duduk santai di tengah jalan. Sebuah pemandangan yang benar-benar unik.

Durga temple adalah salah satu kuil terkenal di Varanasi. Bangunannya berwarna merah tua dengan sebuah kolam luas di belakangnya. Di kolam itu terdapat banyak ikan. Seorang bapak-bapak paruh baya melemparkan makanan ikan kedalam kolam. Saya jadi teringat kolam-kolam lele yang ada di Indonesia. Tampaknya ada sejenis kepercayaan yang membuat orang-orang tidak berani mengganggu ikan di kolam tersebut. Sayangnya di kolam tersebut banyak sampah yang dibuang di sana dan terkesan tidak terawat. Jika bersih, tentu kolam itu akan terlihat jauh lebih indah.

Sapi di India sebesar ini dilepas begitu saja dijalanan
Sapi di India sebesar ini dilepas begitu saja dijalanan
Sekitar Durga Tample terlihat seperti kebanyakan kuil-kuil lain di India. Banyak penjaja kembang yang membuka lapaknya. Kembang dan kuil memang seperti sesuatu yang tidak terpisahkan. Saya tidak begitu tahu tentang ritual agama Hindu, namun tampaknya kembang adalah salah satu elemen yang mengambil peran besar dalam ritual peribadatan umat Hindu.

Sore hari ketika kami datang, Durga Temple itu sangat ramai dengan para peziarah. Di depan pintu kuil, saya diminta melepaskan alas kaki dan diingatkan untuk tidak mengambil gambar orang yang sedang beribadah di dalam kuil. Kebetulan salah seorang diantara kami hanya mengenakan celana pendek, sehingga khawatir dianggap tidak sopan jika ikut masuk. Jadi dialah yang saya mintai tolong untuk menjagakan sepatu dan sendal kami.

Kuil Dewi Durga berwarna merah di pinggir sungai Gangga
Kuil Dewi Durga berwarna merah di pinggir sungai Gangga
Di dalam kuil dipenuhi dengan orang yang sedang berdoa. Dipintu masuk ada sebuah lonceng. Setiap orang yang hendak berdoa selalu membunyikan lonceng ketika masuk ke dalam kuil. Jadi kelihatan sekali beda antara mereka yang memang berniat hendak beribadah dengan turis seperti saya. Saat saya sedang berkeliling di dalam kuil, saya dan Alva dipanggil seorang pendeta yang memberikan semacam pemberkatan kepada orang-orang yang beribadah. Kami yang niatnya hanya melihat-lihat dipanggil oleh si pendeta. Karena tidak begitu mengerti jadi kami menurut saja mendekat.

Tanpa diminta, ia kemudian memberikan kami semacam pemberkatan dengan memberikan bindi di kening kami, kemudian melilitkan sejenis benang wool di leher. Ia lantas memukul-mukulkan semacam ijuk ke kepala kami sambil membacakan  sejenis mantra dalam bahasa India. Hanya saja yang bikin nggak enak adalah terakhirnya ketika kemudian kami dimintai donasi. Sukarela sih ya, tapi kami kan nggak niat sebenarnya. Jadi rada gimana gitu. Akhirnya kami berikan 10 Ruppe untuk donasi, namanya juga seikhlasnya kan?

Sungai Gangga pagi hari
Sungai Gangga pagi hari
Kami lalu melanjutkan berkeliling Varanasi. Kami sih patuh-patuh saja sebenarnya di awal untuk tidak mengambil gambar. Hingga salah seorang yang sepertinya petugas di kuil tersebut menunjuk-nunjuk kamera yang tergantung di leher saya. Awalnya saya kira ia marah karena saya membawa kamera ke dalam kuil. Eh taunya ia menyuruh saya memotret bangunan kuil. Tentu kesempatan ini saya manfaatkan sebaik mungkin. Tapi tentu saja, saya berusaha sebisa mungkin tidak mengganggu orang-orang yang sedang beribadah dan merusak kekhusukan tempat tersebut.
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.