Ekonomi versus Ekosistem

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sumber daya alam yang sangat luar biasa. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut dikelelola secara maksimal, baik berupa tanah, air dan udara. Sumberdaya tersebut ada yang bisa diperbaharui namun ada pula yang tidak bisa. Untuk itu diperlukan kebijaksanaan pengelolaan saat melakukan eksplorasi. Hal ini perlu dilakukan karena manusia dan lingkungan punya satu keterkaitan dan harus saling menjaga. Pengelolaan sumber daya alam, jika salah akan menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap keterberadaan manusia.
Seperti diketahui krisis ekonomi global juga menghantam Indonesia, untuk bangkit perlu tindakan dan aturan yang tepat untuk memperbaiki. Pemerintah memberikan aturan untuk memberikan kesempatan seluas-luas kepada pejabat di tiap provinsi untuk mengeksplorasi alamnya dan memanfaatkan sebaik mungkin pembangunan dan perbaikan ekonomi sehingga bisa meningkatkan pendapatan daerah dan memakmurkan masyarakat. Hal ini dikenal dengan otonomi daerah.



Kalimantan Barat sendiri juga memanfaatkan kesempatan ini meningkatkan pemberdayaan sumber daya hutan yang luas. Total jumlah hutan Kalimantan Barat mencapai 9 juta hektar, 5 hektar lebih digunakan sebagai hutan produksi dan sisanya sebagai hutan lindung dan konservsi (data didapat dari www.dephut.go.id/INFORMASI/INFPROP/Inf-klbr.pdf). Hal ini sudah tidak berimbang. Namun akibat tekanan ekonomi, pemerintah bekerja sama dengan perusahaan swasta, berusaha untuk memanfaatkan semaksimal mungkin hal ini tanpa memperhatikan kerusakan hutan yang ditimbulkan.
Saat ini diperkirakan kerusakan hutan Kalimantan Barat sudah mencapai 80%, kalau beberapa waktu yang lalu diakibatkan oleh penebangan hutan secara illegal dan saat ini disebabkan karena pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran.

Dari total luasan hutan, kerusakan berkisar diangka 1,9% tiap tahun atau berkisar 150 ribu hektar sedangkan perhitungan pendapatan asli daerah dalam 1 tahun dapat mencapai 4,9 trilyun dalam bentuk penjualan Crude Palm Oil (CPO), jika dikalkulasikan mencapai 12 juta dalam 1 hektarnya (data didatap dari http://www.ptpn13.com/index.php?id=601). Jika dalam setahun pemerintah paling tidak mengucurkan dana sekitar 3 juta per hektar atau 1,2 trilyun pertahun untuk deforestasi, maka masih ada selisih 9 juta rupiah untuk perbaikan hutan (data didapat dari http://spnasional.blogspot.com/2009/12/pendanaan-hutan-indonesia-paling.html) . Namun hal ini tidak terjadi.

Hal menguntungkan seperti ini terus dilakukan pemerintah membuka terus lahan perkebunan sawit untuk meningkatkan perekonomian. Saat ini sendiri sudah 400 ribu hektar kebun sawit dibuka benerja sama dengan perusahaan swasta dengan potensial daerah yang dibuka mencapai 2 ribu hektar. Jika sampai terjadi dengan jumlah yang dimaksud, apakah kalimantan barat akan tetap bisa mempertahankan ekosistem lingkungan?. Dampak krisis sangatlah hebat dan membuat banyak masyarakat semakin menderita akibat kemiskinan. Akankah kemiskinan tersebut akan bertmbah parah dengan kerusakan lingkungan?

Dunia harus memikirkan masalah ini bersama, karena sifat serakah manusia tidak akan pernah berubah. Perbaikan finansial bisa mengubah semua kehidupan. Perlu diingat Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi itu penting namun sudah seharusnya sebanding dengan perubahan lingkungan dan ekosistem karena manusia hidup berada dalam ekosistem tersebut

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.