Populasi masyarakat Melayu di Kalimantan Barat sangat
besar. Tidak hanya budaya nya saja yang melekat tapi juga berbagai jenis
makanannya. Banyak orang yang sudah akrab dengan cita rasanya. Tapi jangan
salah, masing-masing populasi Melayu di setiap kota di Kalimantan Barat
mempunyai cara masak yang berbeda. Ada yang berbaur dengan Arab ada pula dengan
pengaruh India bahkan juga berbaur dengan Tionghoa. Semuanya bercitarasa sangat
menarik. Bahkan ada pula yang sudah bercampur dengan budaya Jawa dan Padang.
|
Sajian Prasmanan |
Menurut lidah saya, makin kearah pesisir pantau utara
maka rasa makanannya akan berbeda. Lebih asin, asam dan pedas. Bahan yang
digunakan juga berbeda, semakin dekat dengan pantai otomatis maka akan banyak
menggunakan bahan makanan dari laut. Sayapun
banyak menemukan jenis sayur mayur baru yang belum pernah saya makan,
salah satunya kangkung malu, sejenis tanaman seperti rumput malu namun tumbuh
dipinggiran sungai. Dimasak kari dan rasa serta aromanya seperti pete.
|
Selamat memilih yang cocok |
Oh ya, hari ini saya menikmati salah satu kedai melayu
bernama Rumah Makan MakNgah. Lokasinya di jalan Prof Dr Hamka Gg Padi 3 No 1. Makanan yang disajikan berupa berjenis makanan
bercitarasa melayu dengan siitem prasmanan. Semua tersaji dan tertata rapi
didalam kotak kaca. Berbagai macam jenis sayur dan tumisan seperti tumis pakis,
sayur asem, sayur nangka, sayur daun ubi dan sayur keladi. Ada juga lauk pauk,
mulai dari tempe tahu goreng, ikan dan ayam goreng, bakar dan sambal, semur
jengkol dan asam pedas ikan dan kepalanya. Berbagai jenis olahan telur serta
dadar jagung. Semua tersaji apik dan untuk tendangan akhir pasti pilihan
sambal.
|
Ikan Bakar, Daun Ubi santan dan Sambal Bajak |
Pilihan saya adalah ikan nila goreng sambal, ikan
patin asam pedas, rendang jengkol dan sayur keladi tidak lupa segelas es jeruk
kecil. Sengaja saya mencari menu yang ‘metal’ (melayu total) ala Pontianak.
Sembari menikmati makanan saya terdengar alu batu bertalu talu dari dapur.
Ternyata bumbu masih diolah secara tradisional. Inilah suara yang mampu
menambah nafsu makan siang ini. Kuah bening berminyak merah dari sayur keladi
ini saya seruput pelan, sayang sekali disajikan dingin namun saya masih bisa
merasakan racikan bumbu dengan sentuhan pedas asam.
|
Sayur Keladi |
Biasanya kalau dijawa tidak menggunakan batang keladi
tapi justru melayu Pontianak menggunakan batang mudanya. Saya pernah merasakan
sayur keladi yang lebih berani bumbu dengan kuah yang lebih keruh dengan rasa
gurih kemiri yang begitu terasa. Umbi keladi yang empuk dan batang keladi yang
lebut sedikit berlendir namun masih ada sensasi krezz yang menyenangkan. Lalu
saya beralih ke menu berikutnya. Asam pedas dengan kuah yang lebih gelap dan
keruh, kali ini rasa asam dan pedas berpadu dengan kemiri. Potongan ikan dekat
dengan ekor cenderung dagingnya lebih bertekstur dan sangat nikmat digigit.
Aroma ‘herbs’ harum menutup aroma amis ikan. Sayang sekali ini juga disajikan
dingin.
|
Menu Yang saya icip |
Jengkinya empuk dan berasa sangat legit. Melihat dari
tampilan awalnya terlihat seperti rendang tapi begitu dirasa mka akan ada rasa
mirip semur dipangkal lidah. Rasa yang unik dan cukup membuat saya tersenyum
bahagia. Jengkol ini sedap dan tanpa bau. Menu terakhir yang juga membuat saya
gembira dan berbinar adalah ikan nila sambalnya. Ikan nila dengan bumbu
sederhana digoreng hingga kering dan krispi lalu kemudian disambal.
|
Jawaranya |
Dari bentuknya ikan ini tidak hanya disiram sambal
namun memang diaduk bersama sambal didalam wajan. Minyak yang merah dan mlekoh
menyerap hingga kedalam daging ikan. Rasa sambal yang kaya dengan bawang merah
dan asam jawa serta bumbu lain mengingatkan saya pada sambal kripik ubi kampung. Mirip dengan
sambal srepeh namun tidak aroma dedaunan bumbu yang kencang. Ini benar-benar
terasa tradisional karena terlihat bumbu sambal ini kasar karena ditumbuk
dengan cobek batu.
Berada dipinggir jalan namun bukan dijalan utama
membuat tempat ini tidak terlalu padat. Tempat duduk lesehan maupun dengan
bangku dan meja tersaji banyak dengan ruang yang semuanya terbuka membuat
suasana tidak terlalu panas. Parkir untuk kendaraan juga tidak terlalu sempit.
Saya juga sempat mengintip bahwa ikan dan ayam di panggang tidak sekaligus.
Jadi tersaji dalam keadaan segar. Tempat ini bisa jadi referensi kuliner baru.
Nilai 7,5 dari 10 saya sematkan warung Makngah ini. Salam Yumcez!
Gabung dalam percakapan
Silakan berkomentar dengan bijak. Setelah anda mampir dan berkomentar, saya akan berkunjung balik. Jangan meninggalkan link hidup ya :)
Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : eko.dony.prayudi@gmail.com
+Telp/WA : 0819 - 3210 - 9497
+IG/Twitter : @dodon_jerry