Kuil Wat Hat Yai Nai yang Cantik sekaligus Seram


Setelah perjalanan semalaman dari Kuala Lumpur dan tidur ayam didalam bus. kami tiba di kota Hatyai. Perjalanan yang saya lewati terasa nyaman karena tempat duduk yang nyaman, luas dan melegakan. Memang kita mesti melawan udara super dingin dari AC bus yang tidak bisa dikecilkan. Memang menggigil tapi untunglah tidak masuk angin. Atau memang saya yang tidak mau merasakannya. Liburan kok sakit?

Jalanan masih sepi

Tiba didepan Lee Gardens Plasa saya dan teman saya langsung mencari penginapan yang sudah dipesan di situs booking sebelumnya. Kebetulan saya mendapat harga bagus untuk Red Planet Hotel. Alamat yang tertera memang jelas tapi masalahnya semua tulisan penunjuk dan nama jalan menggunakan huruf Thailand. Mata saya jelalatan dan melakukan pencarian seperti mesin scanner. Tapi tidak juga terlihat. Parahnya lagi tidak banyak orang yang bisa berbahasa Inggris. Jadilah saya bertanya menggunakan bahasa tarza sembari menunjukkan alamat hotel.

YEAY!
Setelah lelah mencari saya putuskan untuk mengajak teman saya bertanya di sebuah warung, sebenarnya tidak ada niat sarapan karena saya sempat mendapat bekal roti High 5 dari teman saya. Lumayan banyak dan beragam, cukup untuk dimakan selama 2 hari. Sebenarnya cuman bermaksud memesan secangkir kopi saja tapi ternyata di hidangkan teh hangat tanpa gula. Ternyata saya tergoda untuk memesan telur dadar super besar. Dengan jajan niatnya saya banyak dapat informasi dari Ibu penjual ternyata semuanya sia-sia. Teh yang disediakn juga tidak gratis. Jebakan betmen!

Jalanan menuju Wan Hat yai Nai
Beberapa ratus bath melayang untuk sarapan pagi ini padahal sudah ada roti yang cukup mengenyangkan kami. Dengan memanggul backpack saya bertanya kebanyak orang. Mereka menunjuk kesembarang arah, saya sampai tersesat dan berputar beberapa kali, entah karena saya yang ngga paham bahasa mereka atau sebaliknya. sepertinya semua orang menunjuk kearah yang berlawanan. Setelah panggul sana sisi dan tanya sini situ satu jam kemudian sata menemukan bangunan yang di dominasi warna merah. Ternyata jaraknya hanya 3 blok dari Lee Gardens plasa. Jaraknya pun hanya 15 menit jalan santai! Cih!
Lokasi tempat di jebak
Pelajaran berharga saya dapatkan disini. Banyak bertanya supaya tidak sesat di jalan sepertinya tidak berlaku. Cara yang paling tepat adalah menanyakan secara detil kepada resepsionis hotel sebelum pergi kemana-mana. Menggunakan internet atau google maps juga membantu tapi hanya pada saat terkoneksi dengan internet.

Setelah letih tawar menawar
Hari pertama langsung tancap gas. Setelah sampai di hotel pukul 11 siang. tukangjalanjajan menanyakan jam berapa baru bisa check in dan ternyata jam 2 siang. Saya mengincar hotel ini karena memiliki tempat penitipan tas sebelum check in. Selesai menyimpan tas punggung, kita langsung mengelilingi banyak lokasi dan mencari tahu sekitar pusat kota. Sedikit menyesuaikan diri dan menghapal denah. Mengecek semua titik-titik yang sudah masuk daftar kunjungan.
Istana pasir

Istana Pasir didepan kuil
Istana Pasir
Pilihan pertama adalah Wat Hat Yai Nai Temple

Tampak depan
Paling gampai di capai dan masih berada didalam kota, sebenarnya ada niat untuk menggunakan seong teaw tapi berhubung lelah masih ada dan otak masih susah diajak untuk berpikir keras, tuk-tuk menjadi pilihan utama. Tehnik nego dengan berbagai macam cara dilakukan dan akhirnya saya bersama dengan seorang teman mendapatkan harga 100 bath (kurs 1 baht = Rp 360,-)diantar kedalam sampai didepan kuil dan harus menghantar kami ke mony changer terlebih dahulu karena memang tidak membawa bath untuk berjaga-jaga di jalan.
Bagian depan 

Perjalanan dari pusat kota kira-kira memakan waktu 30 menit, sebenarnya jalannya lempeng. Saya melihat banyak angkot berseliweran disana sini, ini mengndikasikan bahwa kami bisa pulang menggunakannya nanti. Tuk-tuk berhenti tepat didepan pelataran kuil. Kebetulan saat kami datang, kuil ini dipenuhi dengan banyak orang yang datang dan berdoa karena masih dalam suasana songkran.
Berdoa saat songkran
Memandikan patung Budha
Berdoa dan memohon
Berdoa khusuk
Ritual yang dilakukan disini mulai dari melakukan persembahan dengan memasangkan kain kuning di patung budha tidur versi mini, memberikan kalungan bunga serta menghidupkan lilin. Beberapa tempat juga trdapat beberapa meja yang penuh dengan persembahan berupa bendera uang. Ada juga yang datang berdoa dan memandikan patung diatas meja dengan air bunga setelah selesai berdoa.
Menyumbang lalu menuliskan doa

Menulis doa dan permintaan
Menulis harapan bersama-sama
Harapan baru di Tahun Baru
Sebuah meja panjang juga dipasang disana dengan bentangan kain kuning. Orang ramai-ramai menuliskan permintaan dan doa mereka disana. Terdapat juga 2 buah tenda super besar dimana tersedia ribuan meja, banyak juga umat Budha yang duduk disana untuk mendengarkan ceramah dari biksu. Suara mereka terdengar jelas menggunakan pengeras suara. Tidak terdengar nada-nada atau logat/dialek lucu seperti yang biasa didengar di film Thailand.
Memasang persembahan
Memberikan persembahan
Saya sempat mengelilingi kuil Budha tidur terbesar ke tiga di dunia ini. mengelilinginya mulai dari kepala hingga kaki dan ternyata di bagian belakang terdapat pintu masuk. Saya sempat mengintip beberapa kali dan merasa penasaran untuk masuk. Naluri investigasi begitu membuncah. Saya sempat bertanya beberapa orang yang berpapasan, tentu saja dengan bahasa tarzan. Kabar baiknya ternyata kita boleh masuk tapi harus melepas sandal. Ternyata didalam terdapat ruangan besar, salah satu sudut di pintu masuk dijadikan toko penjualan peralatan untuk berdoa dan oleh-oleh.

Bagian kepala Sleeping Budha
Dibagian lain terdapat banyak ornament dan patung Budha ukuran besar. Termasuk patung biksu yang menyerupai manusia didalam kotak kaca. Terdapat beberapa kelompok orang menunggu antrian untuk berdoa dan mendengarkan cerama dari biksu yang ada didalam. Dinding yang ada diseluruh ruangan ini terdapat banyak laci. Awalnya saya tidak tahu apa yang tertulis disana, tapi setelah saya lihat dari dekat dan dengan seksama ternyata ada foto dan nama.

Anak kecil berpakaian khas Thailand
Komplek Wat Hat Yai Nai Temple ini sangat luas. Banyak bangunan besar disekitar patung Budha besar ini. Ada yang digunakan untuk retret, dimana tempat ini disewakan untuk kelompok yang ingin melakukan tur rohani. Ada juga tempat tinggal para biksu. Tersedia juga aula-aula kecil yang bisa digunakan untuk berdoa dan masing-masing ruangan punya patung besar yang mewakili dewa tertentu atau patung Budha versi lain? (saya tidak terlalu paham). Saya sempat bertemu dengan beberapa kru produksi TV untuk bertanya tentang banyak hal dan kembali kendala bahasa jadi masalah.

Patung didalam salah satu ruangan
Saya beruntung datang pada saat Songkran, selain ramai, semua pintu kuli juga terbuka sehingga saya dapat melihat kedalam. Setelah lelah berkeliling komplek yang lumayan besar ini. Kami memutuskan untuk pulang, sekalian tebar pesona saya memberanikan diri bertanya kakak Polwan Thailand yang berjaga untuk menanyakan seong teaw yang mengarah kekota. Seperti biasa mereka tidak bisa menjelaskan karena keterbatasan bahasa.
Ornamen penyangga atap 
Monumen didalam kuil
Saya pun memberanikan diri untuk berjalan keseberang komplek. Ternyata diseberang terdapat komplek kuil dengan rumah pertemuan unik yang besar dan terlihat sudah tua. terdapat rumah yang memiliki atap yang sama dengan bangunan komplek sebelah. berundak tiga dengan ujung atap yang melengkung keatas. Bagian tangga tersapat dua naga yang menjaga, sama seperti bagunan lain, sementara dibagian bawah terdapat pintu kecil yang jika kita ingin masuk harus membungkuk, seperti memasuki gua. Bagian dalam sama seperti ruangan bagian bawah patung Budha tidur.
Meja-meja dibagian depan ruangan
Patung Budha berselimut kain kuning
Didepan altar pemuajaan
Penasaran saya harus dijawab, kembali saya bertanya kepada segerombolan perempuan muda yang kemungkinan mahasiswi. Saya manggut-manggut mendengar cerita mereka. Sedikit bergidig ngeri.

DAN TERNYATA SATU RUANGAN INI SISINYA ADALAH KUBURAN! tiap laci berisi abu kremasi dan keluarga yang antri tadi adalah mereka yang ingin memanjatkan doa kepada keluarga yang sudah meninggal!
Laci berisi abu jenazah
Kuburan
Kuburan 
Bentuk salah satu gedung di wan hat yai nay






Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.