Tanpa Tiket di Gerbong Kereta Tundla Mughalsarai

Tampaknya bukan hanya kami bertiga penumpang gelap di gerbong itu. Di sana-sini, saya melihat banyak orang yang berbagi berth-nya sehingga satu berth bisa disesaki oleh dua bahkan tiga penumpang. Ada juga yang sama-sama berdiri seperti kami. Tampaknya, berpergian tanpa tiket bukan sesuatu yang aneh di India.

Perjalanan saya dari Tundla ke Mughalsarai masih berlanjut. Gerbong sleeper di India tiap kompartemennya terdiri dari delapan berth. Berth ini adalah kursi memanjang yang bisa difungsikan sebagai tempat tidur. Masing-masing tiga susun di kanan dan kiri, serta dua susun di sisi yang dipisahkan oleh jalan kereta. Untuk berth yang tiga susun, berth yang tengah bisa dilepas, sehingga di siang hari, berth paling bawah dapat difungsikan sebagai kursi yang bisa di duduki tiga orang. Di tengahnya terdapat meja kecil dan dilengkapi dengan colokan listrik yang bisa digunakan selama perjalan. Untuk kelas sleeper, kompartemen hanya difasilitasi dengan kipas angin.

Holi Festival bikin Happy!
Holi Festival bikin Happy!
Tampaknya bukan hanya kami bertiga penumpang gelap di gerbong itu. Di sana-sini, saya melihat banyak orang yang berbagi berth-nya sehingga satu berth bisa disesaki oleh dua bahkan tiga penumpang. Ada juga yang sama-sama berdiri seperti kami. Tampaknya, berpergian tanpa tiket bukan sesuatu yang aneh di India. Meski lelah karena harus berdiri, namun saya mendapat banyak obrolan menyenangkan dengan orang-orang lokal. Saya bahkan berkenalan dengan seorang pemuda asal Kanpur. Ia mengundang saya untuk berkunjung ke kotanya yang menurutnya pusat dari makanan-makanan terbaik di India. Saya sebagai penikmat makanan tentu saja ingin memenuhi undangan tersebut, semoga di suatu saat nanti saya berkesempatan kembali ke India.

Holi Festival bikin Happy! Gank Tundla Mughalsarai
Sudah hampir satu setengah jam perjalanan dari Agra. Kereta kembali melambat pertanda akan tiba di sebuah stasiun. Tidak ada pengumuman nama stasiun tempat kereta berhenti, jadi saya tidak tahu sudah berada stasiun apa. Tapi kemudian hal yang saya takutkan terjadi. Seorang petugas berseragam masuk ke gerbong kami. Pemeriksaan tiket. Saya sudah pasrah akan kena semprot oleh petugas tiket karena kami berada di gerbong yang tidak seharusnya. Beberapa penumpang yang tampaknya juga penumpang gelap seperti kami mulai kasak-kusuk.

Ngga bisa move on dari Taj Mahal
Ngga bisa move on dari Taj Mahal
Ditengah kegelisahan saya itulah kereta berhenti. Saya yang tidak tahu berada di stasiun mana bertanya kepada salah satu penumpang terdekat. Masih kurang yakin saya bertanya ke penumpang lainnya. Saya melakukannya sampai tiga kali, dan ketika jawabannya sama, saya cepat-cepat mengajak Iman dan Alva turun. Kami sudah tiba di Stasiun Tundla.

Ketika sudah meninggalkan kereta api, saya lega bukan main. Kami selamat dari harus bermasalah dengan petugas tiket kereta. Saya melihat papan nama penunjuk stasiun, ketika membaca nama Tundla yang tertulis di sana baru saya yakin kami memang sudah tiba di perhentian yang tepat.

Ngga bisa move on dari Holi Festival!
Malam menanjak mendekati jam sepuluh malam. Masih satu jam menjelang jadwal keberangkatan kereta kami. Saya dan dua teman saya memilih mengistirahatkan diri sejenak, melemaskan otot yang tegang akibat lama berdiri dan nyaris kepergok sebagai penumpang gelap. Sempat pula membeli minuman dingin di kios terdekat. Di India air mineral botol biasanya dihargai 20 rupee, sementara minuman soda dingin harganya 35-45 rupee.

Padang gersang dari Tundla ke Mughalsarai
Padang gersang dari Tundla ke Mughalsarai
Setelah melepas lelah sekitar sepuluh menit, kami berpindah untuk mencari platform tempat kereta kami akan tiba. Di stasiun Tundla, kami lebih mudah menemukan platform di mana kami seharusnya menunggu. Tapi untuk lebih meyakinkan kami bertanya ke tiga atau empat orang hingga akhirnya yakin bahwa itu adalah platform yang tepat.

Tidak ada bangku tunggu yang kosong. Seperti stasiun lainnya di India, stasiun Tundla pun tetap ramai meski sudah jam sepuluh malam. Melihat banyak yang dengan santainya duduk lesehan di lantai stasiun, kamipun jadi ikut-ikutan. Bersandar dengan ransel kami agar aman dari gangguan orang yang berniat jahat, kamipun lesehan beralaskan kertas yang sudah tidak terpakai.

Kami bertiga sungguh lelah.Tapi saya tidak cuma lelah, namun juga lapar. Saya melewatkan makan malam, jadi wajar jika sekarang perut saya minta di isi. Namun tidak banyak pilihan jika di stasiun. Dua potong katchori seharga 40 rupee untuk dua potong yang jadi pengganjal perut saya. Alva sudah terlalu lelah untuk makan, hanya saya dan Iman yang menikmati makan malam sederhana di stasiun Tundla tersebut.
Beberapa kereta api datang dan pergi. Kereta yang akan kami naiki lagi-lagi terlambat. Sudah masuk jadwal keberangkatan, namun kereta kami belum juga tiba. Syukurnya, kali ini tidak terlalu lama seperti di stasiun Agra Fort. Setidaknya hanya terlambat sekitar setengah jam.

Pemandangan Padang gersang dari Tundla ke Mughalsarai
Pemandangan Padang gersang dari Tundla ke Mughalsarai
Begitu kereta tiba, yang saya pikirkan adalah segera beristirahat. Maklum seharian berkeliling Agra benar-benar terasa melelahkan. Berdasarkan petunjuk nomer kursi di tiket, saya mencari lokasi kompartemen kami berada. Untuk perjalanan menuju Mughalsarai, saya memilih tiket kelas AC tier 3. Kompartemennya tidak berbeda dengan kelas sleeper, hanya saja jika sleeper menggunakan kipas angin, AC tier 3 dilengkapi dengan AC. Harga tiketnya agak lebih mahal tentu saja.

Saya sempat kaget juga ketika menemukan berth yang menurut tiket harusnya menjadi milik saya, ternyata telah ada yang menempati. Mungkin itu kelakuan beberapa orang India yang naik kereta tanpa tiket, mereka menempati berth yang kosong. Syukurnya, ketika saya menunjukkan tiket, ia cepat-cepat pindah. Tidak banyak yang saya lakukan. Usai menyimpan ransel di tempat yang aman, saya langsung berbaring di berth dan menarik selimut yang memang disediakan untuk setiap penumpang.  

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.