Menjadi Penumpang Gelap Antara Tundla dan Mughalsarai.

Perjalanan dari Agra ke Varanasi benar-benar tidak mudah. Di Agra, kami tidak berhasil mendapatkan tiket kereta seperti yang saya rencanakan di Indonesia. Awalnya saya berencana berangkat dari stasiun Agra Fort pada malam hari dan tiba di Varanasi Juction menjelang siang keesokan harinya. Namun karena hari-hari itu masih dalam suasana libur dan banyak orang yang berpergian, saya tidak kebagian tiket.
Perjalanan dari Agra ke Varanasi benar-benar tidak mudah. Di Agra, kami tidak berhasil mendapatkan tiket kereta seperti yang saya rencanakan di Indonesia. Awalnya saya berencana berangkat dari stasiun Agra Fort pada malam hari dan tiba di Varanasi Juction menjelang siang keesokan harinya. Namun karena hari-hari itu masih dalam suasana libur dan banyak orang yang berpergian, saya tidak kebagian tiket.
Menuju Agra Fort untuk kereta api berikutnya
Menuju Agra Fort untuk kereta api berikutnya
Ini memang adalah resiko yang saya sadari dari awal dengan tidak melakukan pemesanan tiket terlebih dahulu. Berebut tiket di stasiun meski dengan adanya kebijakan kuota turis sekalipun, tetap rawan tidak kebagian. Namun saya tetap mencoba mencari akal bagaimana caranya agar saya tetap bisa tiba di Varanasi sesuai dengan rencana. Bagi traveler yang terbatas waktunya seperti saya, pergeseran jadwal akan mempengaruhi jadwal yang saya di kota-kota selanjutnya. Maka beruntunglah saya memiliki Patel. Teman India saya itu membantu menyusunkan sebuah rute baru yang memungkinkan saya tetap tiba di Varanasi sesuai waktu yang direncanakan.

Bagian depan dari Agra Fort
Bagian depan dari Agra Fort
Setelah diskusi panjang lebar bersama Patel, Alva dan Iman, akhirnya saya putuskan mengikuti rute baru menuju Varanasi. Rute baru ini mengharuskan saya berganti kereta di salah satu stasiun. Selain itu, dengan rute ini saya juga tidak benar-benar langsung tiba di Varanasi. Melainkan di sebuah stasiun yang tak jauh dari kota Varanasi. Dari sana ada dua pilihan, saya bisa menggunakan autorickshaw atau berpindah kereta lagi dengan kereta yang menuju Varanasi Junction. Patel terus meyakinkan rute ini mudah diikuti. Entahlah, yang pasti saya memang sudah tidak punya pilihan lain.

Perjalanan yang siap ditempuh menuju mughal Sarai
Perjalanan yang siap ditempuh menuju mughal Sarai
Menjelang pukul setengah enam, saya tiba di stasiun kereta api Agra Fort. Kali ini kami sudah tanpa Patel yang kembali ke kampung halamannya di Gujarat dengan bus. Perjalanan kereta pertama tanpa satupun diantara kami yang menguasai bahasa India. Jujur saja, keberadaan Patel benar-benar sangat membantu. Kami agak terburu-buru, karena mendekati jadwal keberangkatan. Tidak seperti stasiun di Jaipur, di stasiun Agra Fort ini agak sulit menemukan platform yang saya cari. Tidak ada papan penunjuk nomer platform. Tidak ada pula penanda gebong kereta. Akibatnya saya kesulitan menemukan tempat yang tepat untuk menunggu.

Setelah bertanya ke beberapa dan menemukan tempat yang tepat untuk menunggu, barulah saya bisa bernafas lega dan bisa sedikit beristirahat. Namun kereta yang ditunggu tidak juga datang padahal sudah memasuki jadwal keberangkatan. Di belakang Agra Fort ada sebuah masjid yang unik. Arsitekturnya begitu mirip dengan Masjid Jamak di New Delhi namun lebih kecil dan tanpa gerbang. Dari sana, terdengar suara azan berkumandang, penanda malam mulai tiba. Kereta kami belum juga datang.

Perjalanan yang siap ditempuh menuju mughal Sarai
Perjalanan yang siap ditempuh menuju mughal Sarai
Kereta menuju Stasiun Tundla benar-benar telambat. Hampir satu jam menunggu, kereta belum juga tiba. Saya mulai khawatir. Kereta kami selanjutnya dari Tundla menuju Mughalsarai berangkat pukul 11 malam. Memang perjalan antara Stasiun Agra Fort menuju stasiun Tundla hanya sekitar satu setengah jam, namun jika keterlambatan kereta ini sangat parah, kami bisa-bisa ketinggalan kereta di Tundla. Kami menjadi gelisah, setiap ada kereta yang datang, kami terus mengira itu adalah kereta yang kami tunggu. Untunglah kereta api yang dinanti akhirnya datang tidak lama kemudian. Saya dan dua teman saya bergegas mencari gerbong kami. Tidak adanya penunjuk gerbong di stasiun membuat saya kebingungan. Kami tidak berhasil menemukan gerbong kami. Kami malah tersesat di gerbong kelas sleeper.

Perjalanan gersang yang siap ditempuh menuju mughal Sarai
Perjalanan gersang yang siap ditempuh menuju mughal Sarai
Merasa tidak ada pilihan, saya akhirnya memutuskan bertahan di gerbong sleeper itu. Dipikiran saya saat itu hanyalah bagaimana bisa tiba di Tundla tepat waktu meski saya dan kedua teman saya harus berdiri selama satu setengah jam. Inilah pengalaman saya menaiki kereta api kelas sleeper dan dalam kondisi berdiri serta berstatus penumpang gelap.

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.