Kelana Rasa Pontianak Hari Pertama

Selama kurang lebih 8 tahun ikutan orang icip ini itu saya jadi exicited banget begitu tahu #KelanaRasa bakal datang ke Pontianak. Kurang lebih 2 bulan sebelumnya Mas arie Parikesit sudah kontak untuk booking area Pontianak dan Singkawang. Walaupun terbilang mefet saya iyakan aja karena kepengen ketemu orang-orang yang concern mencari makan enak di seluruh Indonesia.


Hari H tiba, saya hampir lupa karena baru menjejakkan kaki ke Pontianak lagi setelah liputan panjang di Malaysia dan Thailand. Akibat notif twitter  dan kiriman whazup mas Arie saya langsung tersentak bahwa sudah punya janji untuk mengantar Tim Kelana Rasa Pontianak ngider-ngider. Padahal belum satupun laporan perjalanan saya selesaikan dan sabtunya saya sudah mengiyakan untuk reportase lapangan di sebuah mall sementara minggunya acara wedding ceremony klien sudah menunggu. TIME TO RESCHEDULE EVERYTHING!.


Hari Jumat 24 April, semua jadwal berubah seketika. Pertemuan pertama dijanjikan dirumah makan Sahara yang sudah pasti menyimpan banyak makanan legendaris peranakan melayu arab mulai dari Dalca sampai ayam goreng kampong yang benar-benar ludes dan jadi favorit. Bumbu tipis nan gurih dengan ayam kampong yang enak dikunyah. Nasi panas dan sambal udang petai jadi teman sempurna membuka perjumpaan Tim Kelana Rasa Pontianak dengan saya. Perbincangan hangat dan pertukaran informasi kuliner menjadi topik hangat, sehangat perbincangan mengenai kopi bersama Pak Jimmy dan Bu laila.

Setelah makan lahap saya masih mendapat bonus kopi dingin nan nimat hasil roasting dan racikan selama 12 jam dari 3 Am Coffee milik pak Jimmy. Perjalanan kami berlanjut dengan bahagia mengunjungi beberapa titik seperti Kelenteng Bodhisatva Karaniya di komplek pasar Kapuas Besar. Walaupun hujan derasmenghadang, perjalanan terus kami lanjutkan ke Musium Propinsi Kalimantan Barat untuk melihat koleksi peninggalan sejarah di Kalimantan Barat dan bergeser menuju Rumah Radakng.






Perut 12 peserta Kelana Rasa sudah kembali merintih ingin di isi. Dimsum khas tio chiu, Choi Pan atau Chai Kwee sangat tepat dinikmati sore ini. Kudapan gurih dan berlemak serta beraroma bawang putih ini akan sangat nikmat dicelupkan kedalam sambal cair asam pedas beraroma terasi. Pilihan saya adalah d’bamboo empat makan yang juga otentik menyajikan yam mie dan yam kwe tiaw dengan tambahan yang beragam dibagian atas, mulai dari ayam kecap, kue ikan, kerupuk udang yang lumer dimulut sampai potongan telur yang menggoda. Jika tertarik, ganti saja mangkoknya dengan pangsit goreng raksasa yang krispi dan bisa dimakan langsung.




Setelah kenyang. Hotel adalah pilihan tepat untuk melepas lelah, sembari meluruskan badan, menyimpan seluruh barang bawaan dan mandi. Peserta tur harus kembali mengosongkan perut karena malam hari masih banyak kuliner yang harus diicip kembali. Saya sendiri sudh merencanakan untuk membawa para tamu rasa ini mencicipi dan membandingkan Kwee Tiaw Goreng Apolo yang tidak pernah pindah sejak 1962 dan Kwee Tiaw Polo yang merupakan pindahan dari sebelah. Memang ada sedikit perbedaan yang bisa dirasakan lidah mulai dari rasa asin lebih dominan di Polo dan manis di Apollo serta sajian mie yang lebih kering di Apollo atau lebih berminyak dan nyemek di Polo tapi tidak sebatas kwee tiaw goreng saja. Ada kwee tiaw rebus, siram, todar (telor daging dadar) sampai sup daging sapi juga mengisi meja dari ujung ke ujung sampai kenyang. Pelajaran penting disini adalah bagaimana meracik campuran pas untuk cocolan, dimana cabe, kecap dan lemon cui harus berimbang! Selamat Makan.





Saya juga sempat menjelaskan mengenai budaya minum kopi yang sudah mengakar di Pontianak mulai dari pagi, siang, sore, malam sampai dini hari sehingga akhirnya dimunculkanlah istilah-istilah seperti kopi pancong dan kopi pangku. Semuanya menjadi ritme keseharian masyarakat dari berbagai kalangan, umur dan jenis kelamin. Untuk mencoba sensai nongkrong warung kopi, saya mengajak gank Kelana Rasa Pontianak untuk mencoba kopi di Warung Kopi Winni yang berada tepat didepan hotel tempat menginap.

Pak Jimmy dan Bu Laila sangat tertarik mencoba seluruh jenis kopi yang dihadirkan disini, mulai dari kopi tubruk, saring, kopi susu, teh susu, kopi es sampai dengan racikan mas arie and the gank, kopi, teh plus susu! Widih! Saya pribadi tidak terlalu tahan berlama-lama disini karena terlalu sempit dan asap rokok yang membentuk kabut, belum lagi udara panas dan pengap. Tidak lupa teman minum kopi pisang srikaya juga disajikan termasuk pesanan tambahan pak Syahrir berupa ubi goreng dengan sambal cair Pontianak. Ini beneran super Kenyang

Setelah dari sini, sebagian peserta ada yang mlipir ke hotel karena lelah dan kekenyangan sebagian lagi menyusuri coffee street, salut dengan bu Yani yang juga ikut berjalan kaki, saya hanya mengingatkan, hati-hati dengan pengendara motor disini karena mengetahui gerak-geriknya hanya dengan feeling (hanya dia dan Tuhan yang tahu kemana motornya akan bergerak). Saya sempat menunjukkan took oleh-oleh Along, menunjukkan lokasi makan cah sayuran yang lumayan enak dan ramai anak muda, Ayong 999 yang sering saya juluki Konoha. Saya piker kami akan kembali ke hotel untuk beristirahat, ternyata Bu Retno dan Pak Syahrir kembali menepi untuk semangkuk Tau Swan manis gurih nan hangat sebelum tidur

Perjalanan hari pertama sungguh seru! Masih banyak makanan yang belum dicoba. Hari kedua akan ada perjalanan yang lebih panjang. Selamat istirahat J

Terimakasih mas Arie Parikesit, Bu Amanda, Bu Clara, Pak Sebastian, Bu Retno, Pak Syahrir, Pak Jimmy, Bu Laila, Bu Pink, Bu Pipit, Bu Nelly dan Bu Yani. 
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.