Menikmati Perpaduan Melayu Jawa yang tak Lazim di Pondok Pak Nur


Sore ini cuaca agak mendung. Saya bersama dengan Gank Makan Ceria memutuskan untuk kembali melakukan jelajah kuliner Pontianak. Seperti biasa, selain hasil celingak-celinguk tempat makan yang biasa dilewati tentu juga media sosial akan sangat membantu. Menentukan lokasi makan tidaklah gampang, menu makanan yang dihidangkan harus bisa dinikmati semua anggota termasuk lokasi yang nyaman untuk kongkow santai.







Kami menuju Jalan Jawa. Menuju Pondok Pak Nur. Tukangjalanjajan tidak tahu pasti nomor atau alamat pastinya. Susuri saja perlahan dan temukan papan nama yang agak besar di pinggir jalan, Pondok Pak Nur. Rumah yang bagian depan dijadikan tempat akan. Ada beberapa meja yang tersusun dan sebagian lagi lesehan. Setelah memilih tempat duduk yang sekiranya nyaman, pelayan dengan sabar melayani semua permintaan kami.


Pesanan pertama adalah Big John yang sungguh membuat penasaran, setelah makanan pembuka ini, pesanan berikutnya nasi goreng kornet, sambal tumis cumi, tongseng ayam, ikan nila asam manis, tahu goreng, udang butter, serta cah kangkung dan kacang panjang melengkapi menu sore ini. Tak lupa minuman standar seperti es teh manis, es jeruk kecil dan air putih.


Makanan memang datang cukup lama, tapi saya merasa puas. Didapur terdengar bunyi alat tembuk dari baru yang beradu kencang menghaluskan semua bumbu, semua dibuat secara tradisional. Membayangkannya saja sudah lezat. Konon, makanan yang dibuat tradisional  dan penuh cinta serta ketulusan akan membuat makanan terasa enak.


Big John sebagai makanan pembuka telah hadir, roti panjang seperti hot dog tapi diisi dengan telur dadar, potongan daging, sayuran serta mayo dan saus tomat. Ini enak, roti ini telah di pan fried terlebih dahulu. Potongan daging yang di kocok bersama telur kemudian ditambah sayuran dan didadar juga enak, gurih asin berpadu pas ditambah rasa asam dan manis sari mayo dan saos. Ini cocok direkomendasikan jadi makanan pembuka.


Lain halnya dengan nasi goreng kornet ini, rasanya hambar tanpa ada rasa yang mendominasi apapun. Sambal tumis cumi yang asam dan sedikit pedas mampu meningkatkan nafsu makan ditambah dengan ikan nila asam manis yang digoreng namun tidak kering. Dari dagingnya bisa terlihat bahwa ikan ini segar, dengan topping wortel dan mangga muda serta saus asam manis menambah selera. Cah kacang panjang terasa gurih saus yang lazim saya temukan di cara masak masyarakat jawa-melayu (sedikit manis dan asin).



Saya jadi penasaran dengan tampilan tongseng ayam yang cukup berbeda, sayurannya menggunakan kacang panjang, rasanyapun cederung asin dengan sedikit manis (kembali ada perpaduan jawa-melayu) termasuk diawal tadi saya sudah disuguhkan Big John dan nasi goreng kornet. Ayamnya berpadu lembut dengan rasa yang tidak didominasi manis melulu.aroma daun jerukpun menyeruak dihidung. Nasi panas memang lawan yang cocok untuk menu ini


Asal tahu juga Udang butter dan tahu goreng disini juga enak, udangnya segar dan masih baru sehingga rasanya manis. bumbunya memang tidak berlalu berbutter dan berlemak. Telur goreng yang berbentuk serabut menghiasi bagian atas udang juga enak untuk dicemilin apalagi ada potongan cabe yang menambah rasa. Oh ya, tahu goreng yang dicocol dengan sambal kecap yang diberi potongan cabe juga enak kok. sembari ngobrol bisa dijadikan lawan yang sesuai. Perpaduan kecap manis dan asin serta potongan cabe memberikan nuansa nikmat saat dicocol dengan tahu.


Pertanyaan mengenai perpaduan Jawa Melayu yang tidak biasa ini akan terjawab saat kita menumpang toilet didalam rumah, ada beberapa foto juru masak berpose bersama dengan sultan Brunai Darussalam. Ternyata beliau adalah koki istana yang memang bertugas menyajikan makanan bagi anggota istana. Terjawab sudah perpaduan rasa yang tercipta disini. Masakan melayu yang tidak pedas ini memang sudah saya sangka darimana asalnya. Melayu Sabah dan Sarawak serta Malaysia, Singapura dan Brunai Bukan penyuka pedas seperti melayu Indonesia. Merah tidak bearti pedas sodara!


Makanan yang dibuat dengan sentuhan bumbu tradisional dan dieksekusi dengan alu penumbuk batu ditambah dengan racikan tepat, cara memasak yang benar dan ditambahkan cinta tentu menghasilkan makanan yang luar biasa. Saya sendiri merasa nyaman dengan penumbuk alu yang digunaka walaupun dengan waktu tuggu yang lumayan lama. Tapi tetap berasa seperti makan makanan rumah,



Saya sarankan untuk mencoba Big John dan Tongsem ayamnya. Makanan ini cocok dengan lidah saya. Kami makan lumayan banyak dan hanya membayar kurang dari Rp 200.000,- Menikmati makanan serta keramahan disini membaw suasana rumah kembali hadir dalam setiap suapan. Parkitan motor cukup luas tapi tidak untuk pengguna kendaraan roda 4. Nilai 7,8 dari 10 patut saya berikan untuk Pondok Pak Nur. Semoga bisa menjadi referensi tempat makan anda. Salam Yumcez!
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.