Java Jazz Festival VS Java Pop Festival


Ada banyak pertanyaan yang muncul saat tukangjalanjajan berada di Java Jazz Festival 2015, beberapa pertanyaan datang dari penonton setia Java Jazz yang berhasil saya rekam antara lain. “ini sebenarnya pertunjukan music jazz atau pop?” atau statement yang tidak sengaja terucap “beberapa tahun lalu lebih bagus deh, Lebih banyak musisi yang benar-benar bagus” atau “aduh, terlalu ramai. Terlalu banyak pertunjukan, aku bingung mau menonton yang mana”. Dan masih banyak lagi pertanyaan yang tidak sengaja terucap dan terdengar.



Saya juga sempat bertanya di tulisan saya sebelumnya ini Festival Jazz atau Pop?


Sempat tidak sengaja menguping perbincangan seseorang dimana dia rela menabung, meluangkan waktu dan berusaha hanya melihat penampilan Jessie J di hari terakhir Java Jazz Festival 2015. Sungguh pengorbanan yang luar biasa.


Mari kita flashback sedikit, ada beberapa nama seperti Jessie J, Christina Perri, Sheila on 7. Potret dan 3 DIVA. Dari contoh ini, siapa yang merupakan musisi Jazz?


Musisi asal Indonesia yang tukangjalanjajan singgung diatas bukanlah musisi yang dilahirkan dari dunia musik jazz atau musisi yang punya pengaruh di dunia jazz nasional maupun internasional.
Penyelenggara juga sudah memberikan pernyataan bahwa maksud dari mengundang musisi ini adalah untuk menarik perhatian Non-Jazzer untuk menjadi Jazzer. Paling tidak sebelum suka, mereka bisa mengenal musik jazz terlebih dahulu.


Tapi berbeda lain kenyataan di saat pelaksanaannya. Memang banyak penonton yang bukan dari kalangan penikmat musik jazz tapi sayangnya mereka hanya memadati panggung musisi non Jazz sementara panggung musisi jazz malah kalah pamor dan sepi
Memang musisi non Jazz tapi berusaha membawakan lagu andalan mereka namun menggubahnya kembali dengan memasukkan nada jazz didalamnya seperti Sheila on 7 dan 3 Diva yang terdengar lebih Jazzy. Tapi sayangnya, hal tersebut tidak berhasil dengan musisi lainnya. Sangat disayangkan sekali.


Tukangjalanjajan sebelumnya berpendapat jika di perhelatan Jazz pasti bintang utamanya pasti musisi jazz papan atas tapi semua itu terbantahkan saat “gong” nya justru Christina Perri dan Jessie J yang menempati main stage pada tempat yang berbeda dengan waktu bersamaan.


Perri terbilang sukses dengan lagu andalannya sehingga membuat banyak orang ikut menyanyikan lagunya. Penonton yang sudah rela antre merasa puas walapun telah berjuang dengan keras untuk bisa masuk.


Sedangkan Jessie J menghentak panggung utama jazz dengan nuansa musik pok yang diubahnya dengan sedikit sentuhan Rock dan Tekno. Efeknya? Penonton terbius untuk ikut bernyanyi dan bergoyang untuk lagu Price Tag dan Bang Bang.
Terlepas dari kehebohan Jessie J yang nyaris “telanjang” dan dipermasalahkan banyak orang. Kita tetap terlupa dengan esensi musik jazz yang seharusnya ada.


Terlihat jelas, festival ini menyedot banyak penonton yang lebih ingin menikmati musik pop ketimbang jazz. Apa yang membuktikannya? Dalam perhelatan JJF 2015 ada beberapa penyanyi yang mampu membuat antrean panjang, SO7, Tulus, Chritina Perri dan Jessie J bahkan sampai ada sedikit kericuhan karena ada yang pingsan. Nah, dari 4 musisi tadi, berapa orang yang menjadi musisi jazz?


Saya jadi teringat beberapa waktu yang lalu saat saya mengunjungi beberapa festival jazz di beberapa Negara. Saat saya bertanya apakah pernah hadir di acara JJF? Mereka menjawab “Yap, tapi hanya 1 kali setelah itu saya tidak punya rencana untuk hadir lagi”, beberapa mengatakan bahwa festival yang terlalu besar dan padatnya pertunjukan membuat kita bingung untuk menikmatinya. Karena menonton festival membutuhkan kenyamanan dimana kita bisa menikmati setiap momen yang ada.


Satu kalimat yang saya selalu ingat dari salah satu direktur sebuah festival Jazz yang umurnya sama dengan Java Jazz Festival. “Penonton menginginkan menonton festival yang memberikan kesan saat mereka pulang, dapat mengingat salah satu lagu dari beberapa penyanyi yang tidak pernah dia ketahui sebelumnya”. Sembari tertawa dia juga berkata,”penyelenggara java jazz seorang bisnisman dan bukan berlatar belakang musisi yang sudah malang melintang lama, iya dia bisa bermain musik jazz. Tapi orientasinya beda. Lebih kearah bisnis. Iya, bisnis yang besar”. Saya tertawa juga mendengarnya.
Anda setuju?


Terlepas dari perdebatan apakah ini ajang musik jazz atau pop, Indonesia memang harus bersaing menjadi tuan rumah banyak festival dengan Negara lain yang punya banyak festival bagus yang mampu menyedot banyak penonton. Maju terus Festival di Indonesia!

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.