Rempah Indonesia, Riwayatmu dulu dan Kini

Pernah belajar Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa atau PSPB di saat SD? Bearti anda seperti saya, anak yang dibesarkan tahun 90-an. Kita belajar mengenai bagaimana Bangsa Eropa datang ke Indonesia karena tertarik dengan rempah-rempahnya.  Aromanyapun tercium oleh bangsa Eropa. Tercatat tahun 1500-an bangsa Portugis sudah mendarat di Maluku dan berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah, cengkih yang menjadi rempah utama yang diperdagangkan. Belanda sendiri berhasil merebut ditahun 1600-an dan mendirikan VOC yang berhasil menguasai hingga 350 tahun. Sungguh Harumnya bisa mengundang banyak orang.

Peta Perdagangan Rempah Indonesia
Gambar diambil dari sini

Seberapa bergunanya rempah-rempah sehingga banyak negara di dunia ini harus berebut untuk mengelola penjualan rempah di Indonesia? Sebegitu menggiurkankah produk alam ini? Ternyata di Eropa sendiri, harga rempah-rempah setara dengan emas, intan bahkan berlian. Wajar saja Bangsa Indonesia sangat akrab dengan invasi penjajah untuk merebut Indonesia yang kaya dengan hasil bumi. Selain alasan tadi, ini juga diakibatkan jatuhnya Konstantinopel ke Turki Utsmani sehingga pasokan rempah ke Eropa terhenti akibat boikot. Ini menyebabkan Eropa harus mencari sumber yang lain.

Lalu untuk apa rempah-rempah itu digunakan? Seperti kita ketahui bahwa makanan Eropa cukup kaya dengan rempah-rempah, sedangkan Indonesia  dan beberapa negara Asia lebih banyak menggunakan berbagai macam rempah. Bahkan banyak daerah di Indonesia yang suka menggunakan rempah dalam masakannya, contoh Bali dimana 29 Macam bumbu diberi nama Basa Gede dan sudah menjadi standar pakem yang tidak bisa diubah. Tentu lain lagi dengan Padang dan daerah lainnya di Indonesia, saya perhatikan semakin ke pusat perdagangan rempah masa lampau maka semakin kencang aroma dan rasa rempahnya benar-benar rempah merupakan salah satu Mahakarya Indonesia.

Contoh Rempah Indonesia
Gambar diambil dari sini

Kembali dengan pertanyaan untuk apa bangsa Eropa bersusah payah mencari rempah hingga ke Indonesia yang jauhnya luar biasa dan beratus tahun untuk menemukan jalan pasti pelayarannya. Ternyata ini ada hubungannya dengan anggapan bahwa aroma rempah berasal dari surga, sehingga pada awalnya penggunaan rempah banyak dihubungkan dengan ritual keagamaan dan dewa-dewi kepercayaan Yunani. Setelah itu penggunaannya diperluas sebagai parfum, pengawet makanan, bumbu makanan dan bahkan sebagai alat pembayaran. Permintaan banyak namun ketersediaan sedikit sehingga harganya sangat mahal, belum lagi banyak pedagang yang menceritakan hal-hal berlebihan mengenai sulitnya mendapatkan rempah-rempah tersebut. Luar biasa!

Lalu apa saja rempah-rempah Indonesia yang sampai bela belain diperebutkan 5 bangsa, Spanyol, Portugal, Inggris, Belanda sampai Jepang ini? Yang paling banyak disebut dalam literatur adalah Lada atau merica. Rempah ini sangat diminati karena kebanyakan bumbu dasar makanan barat menggunakan “salt and pepper”  alias garam dan lada saja sudah enak. Apalagi rempah ini sangat cocok ditambahkan pada makanan saat musim dingin karena memberikan efek hangat dan dianggap rasanya lebih sopan dari cabai. Tentu saja rempah ini paling banyak dicari oleh bangsa Eropa. Ada rempah lain yang juga diminati seperti Cengkeh yang lebih aromatik, tidak hanya dicampur dalam makanan, tetapi juga dicampur didalam parfum, rokok dan bahkan digunakan dalam industri farmasi. Pada masa kejayaannya 1 kg cengkeh bisa setara dengan 7 gram emas. Kita tidak bisa juga melupakan pala, yang merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Maluku, fungsinya beragam, mulai dari aromatik dan penyedap makanan, sebagai pengawet alami sampai dijadikan manisan. Asal anda tahu, kualitas pala Indonesia merupakan yang terbaik di dunia. Satu lagi diantara sekian banyak rempah indonesia yang juga diminati bangsa Eropa adalah Kayu Manis, selain sebagai bahan aromatik dan peningkat rasa makanan, pala juga digunakan sebagai obat alami, bahkan bangsa Mesir kuno sudah menggunakan kayu manis sebagai bahan mumifikasi. Entah dari mana mereka mendapatkannya. Yang jelas  penggunaan rempah-rempah saat itu hanya untuk orang berada karena harganya yang mahal.

Masih banyak lagi rempah lain yang dicari bangsa Eropa seperti adas, kapulaga, saffron, jahe dan kunyit. Memang pada awalnya perdagangan rempah-rempah ini menguntungkan karena masih di lakukan oleh pedagang dari Arab, India dan Tiongkok, namun setelah diketahui bangsa Eropa ini malah menjadi petaka dan peperangan mulai terjadi dan akhirnya kekayaan Indonesia ini malah mendatangkan bencana bagi bangsa ini. Kita tidak bisa menolaknya, namun inilah sejarah.

Seiring dengan berkembangnya waktu. Indonesia yang sudah merdeka saat ini terus mengembangkan perdagangan dengan ekspor rempah mentah Indonesia. Angkanya semakin tahun semakin tinggi tapi sayangnya lagi petani rempah sepertinya susah sejahtera. Kenapa bisa? Ya jelas! Harga rempah kita yang murah.

Sebaiknya pemerintah mulai memikirkan bagaimana mengajak enterpreuner muda untuk bergerak di bisnis rempah Indonesia. Seperti mengajak membangun tempat pelelangan rempah sehingga petani dapat merasakan harga yang lebih baik dan rasional atau mungkin mengajak para pengusaha untuk berinvestasi membangun pabrik pengolahan bahan mentah menjadi produk yang lebih ekonomis. Terkadang bahan mentah harganya jauh lebih murah, sementara biaya perawatan tanaman rempah di Indonesia semakin tinggi. Pemerintah juga dapat melakukan tindakan langsung yang berpihak terhadap petani seperti membantu penyedian pupuk murah dan mungkin bibit murah yang sudah disubsidi oleh pemerintah.

Pasti kita sependapat bahwa petani rempah harus “gemah rempah loh jinawi” karena rempah Indonesia tetap jadi yang terbaik dan primadona di Eropa. Pemerintah harus cepat bertindak agar perdagangan rempah kita menjadi jauh lebih baik dari India yang berada diposisi puncak saat ini. Saya yakin Indonesia bisa berbuat banyak untuk rempah Indonesia dan menjadikannya Gemah Rempah tetap jadi Mahakarya Indonesia kembali mendunia seperti dulu lagi.


Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.