Sate Antasari < Sarapan Pagi


Perjalanan saya hari ini adalah mencari sarapan, pilihan saya adalah sarapan sate, makanan yang cukup mengenyangkan sebagai pembuka hari, memang saya tidak suka lontong tapi paling tidak, saya bisa mencicipi sate yang aromanya pasti sangat menggugah selera. Makanan yang terlihat sederhana tapi kalau masalah rasa pasti sudah cocok untuk lidah Indonesia. Di Pontianak sendiri, mencari sate bukan hal yang terlalu sulit. Hampir semua sudut kota ada penjual satenya. Ada yang membuka dagangannya pagi hari ada juga yang memulai berjualan sore hari, ada beberapa sate yang sudah terkenal di Pontianak ini.
Jalan Antasari cukup terkenal dengan keberadaan mie tiaw Antasari 72 yang justru sebelumnya memulai karier sebagai penjual bakso. Kita tinggalkan mie tiaw antasari yang terkenal dan memiliki banyak piring yang ditandatangani artis maupun pejabat. Beda beberapa ruko disebelahnya ada pusaka kuliner yang tidak kalah lezat juga. Sate Antasari, yang sudah melegenda sejak tahun 60an. Sate Antasari memang sudah dikenal dari zaman bapak saya, bahkan bole jadi kakek saya juga penikmat sate ini.

Bapak penjual sate bertubuh gempal ini sangat bersahaja, beliau merupakan keturunan ke dua pengelola sate, orangnya bersahaja dan tidak banyak berbicara hanya tersenyum dan perawakannya bertolak belakang dengan sikapnya, tampang boleh keliatan sangar tapi orangnya sangat ramah, saking semangatnya mencoba kuliner ini saya sampai lupa bertanya nama Beliau. Kami disambut dengan sangat ramah, orangnya terlihat santai dan sangat bersahaja, seharusnya banyak pengelola rumah makan dan restoran berguru dengan beliau bagaimana memanjakan pengunjung.

Warung sate ini berada disebuah ruko yang cukup sempit, disediakan TV dan kipas angin dan beberapa meja makan yang disusun secara rapi dan lengkap. Ada kecap manis asin, cabe cair dan beberapa alat makan, saya penasaran dengan kotak tupperware segi empat yang disediakan ditiap meja dan ternyata adalah tempat sedotan. Mewah sekali hehehe, sumpah, saya tidak menyangka kalau didalamnya sedotan, saya berpikir adalah makanan atau cemilan pelengkap makan sate. 

Disini, hanya ada 3 orang yang melayani, sang ayah, generasi pertama penjual sate, generasi kedua yang mengelola sekarang dan seorang perempuan muda, yang mudah-mudahan  generasi ketiga. Saya tidak bisa banyak bercakap-cakap karena mereka sibuk melayani pelanggan yang datang namun banyak yang memilih untuk dibawa pulang kerumah, begitu sampai dimeja, saya ditawari minuman yang memang tidak banyak jenisnya, teh dan jeruk nipis, tinggal pilih mau yang hangat atau menggunakan es. Sepertinya jika menikmati makanan spicy seperti ini saya lebih memilih teh tawar.
Saya sempat berbincang dengan seorang bapak, pengunjung warung sate ini sembari menunggu pesanan saya datang. Beliau mengungkapkan bahwa beliau sudah menjadi penikmat sate sejak lama sekali, saya sempat bertanya kenapa suka dengan sate disini, diungkapkan karena sate sapinya yang benar-benar empuk dan menggoda selera, bumbu yang minimalis justru membangkitkan rasa dagingnya sendiri. Beliau juga menyampaikan bahwa jikalau ada sanak saudara yang datang diluar kota biasanya juga menikmati sate disini bahkan membawanya sebagai oleh-oleh. Kami menuyudahi percakapan yang cukup hangat setelah sate yang saya pesan datang. Sebelumnya saya juga sempat mengintip bagaimana sang bapak meramu sate tersebut.
Sate yang sudah ditusuk lalu segera dicelup dengan bumbu kacang dan segera disusun rapi diatas panggangan dengan arang yang sudah membara, sembari dibolak balik disiram kecap dan  dan dibakar sembari dibolak balik saya melihat, sedikit sekali bagian yang gosong, ini artinya sang bapak benar benar memperhatikan api saat memanggang dan aroma yang keluar begitu nyata. Ketupat juga disajikan disini, sebelumnya ketupat sudah dipotong potong dan dimasukkan sebentar kedalam tempat berisi kaldu bening lemak sapi yang beraroma kayu manis dan cengkeh. Kualitas lontongnya saya nilai bagus karena tidak rusak saat dilakukan pemanasan dalam kaldu. Kepadatannya pasti pas. Untuk bumbu sate sendiri digunakan bumbu kacang yang berbeda dari yang digunakan untuk memanggang, terlihat lebih berminyak dan lebih kencang aroma kacangnya. Sedikit taburan daun bawang dan seledri menambah aroma kelezatannya, tapi saya tidak melihat taburan bawang goreng, ini yang sangat berbeda.

Perlahan saya mengintip sate ini, saya singkirkan semua bumbu kacang dan saya bersihkan dengan kuah kaldu yang ada, saya ingin melihat dagingnya sebelum dimakan, sesuai pesanan saya, daging sapi ini matang sempurna sampai kedalam, begitu saya coba sedikit, walaupun bumbunya sudah saya bersihkan, rasanya dari bumbu tetap merasuk kedalam daging ini, dagingnya sapi ini benar benar lembut tapi masih berasa seratnta saat digigit, selain ukurannya potongnya yang pas, pilihan daging yang tepat dan tentu saja cara memotong daging yang benar, saya tidak heran kenapa sate ini bisa bertahan sampai sekarang. Memang rasa tidak pernah berbohong, bumbu sate yang ada juga memperkuat rasa, ditambah lontong dan potongan timun yang segar. Saya pikir ini tipe sate melayu karena tidak ada taburan bawang goreng seperti sate jawa atau acar timun dan bawang merah seperti sate madura. Sebelum mencicipi sebaiknya tidak usah menambahkan bumbu lain seperti kecap, sambel atau jeruk sambal agar rasanya tidak berubah dulu. 
Saya benar-benar merasa nyaman disini, walaupun jarang bercakap-cakap, tapi senyum dan keramahan mereka membuat para pelanggan merasa ingin kembali dan menikmati kelezatan sate antasari, untuk menjawab pertanyaan saya, siapa nama penjual sate ini, saya surfing di Internet dan berhasil mendapatkan ini. Oh ya, satu porsi sate disini harus ditebus dengan uang 20ribu rupiah. Selain itu juga ada sate ayam disini
Pondok Sate Antasari
Jln. Antasari No 66
Pontianak
Hp a/n Sudirman Mansur
081257907539
Semoga bisa bermafaat dan bisa menjadi referensi Kuliner
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.