Barongsai, dari Tiongkok hingga Indonesia


Masih berbicara sedikit mengenai cap go meh, salah satu acara yang tidak ketinggalan adalah permainan barongsai yang selalu dimainkan, beberapa orang menyatakan awalnya hanya permainan barong biasa dan berasal dari India, karena awalnya binatang singa merupakan hadiah dari raja india untuk kaisar china, permainan tersebut lalu dimodifikasi dan ditambahkan permainan dan olahraga kungfu, setelah itu agar lebih meriah ditambah dengan badut supaya permainan lebih lucu dan seru.
Dibeberapa komunitas tionghoa, permainan ini dilakukan untuk memeriahkan satu acara, dan di Pontianak sendiri permainan ini sudah mulai merakyat dan dimainkan dibanyak acara sebagai wujud pengenalan budaya. Kalau dulu, permainan ini didominasi oleh etnis tionghoa namun saat ini banyak juga etnis lain yang tertarik untuk memainkan permainan ini, biasanya penonton bisa memberikan angpao dan kemudian dimakan oleh sang barongsai. 

Kebanyakan informasi yang saya dapat dari tulisan ini sewaktu saya berbincang dengan X F Asali, beliau memberikan banyak pengetahuan mengenai permainan ini kepada saya, bagaimana awal muasal hingga kenapa namanya barongsai, menurut beliau, barong sendiri sudah mengartikan singa, dan sai sendiri juga merujuk ke arti singa dalam dialek bahasa cina. Mengapa menjadi double, menurut beliau ini untuk memudahkan pembedaan antara permainan barong bali atau jawa saja.
Permainan ini sendiri sudah menjadi culture di Indonesia, sebagai bangsa yang mengusung Bhineka tunggal Ika, hal ini harus kita syukuri sebagai salah satu budaya yang menambah kaya Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak suku dan bahasa. Penerimaan ini benar-benar membuat saya semakin bangga dengan keberagaman bangsa Indonesia. Semoga persatuan dan kesatuan ini dapat terus terjaga dan selalu dipegang teguh oleh semua masyarakat Indonesia. Saya juga sempat merangkum beberapa kisah mengenai barongsai, selamat menikmati.
Pada zaman kuno menandakan berakhirnya musim dingin dan tibanya musim semi, artinya adalah musim menabur dan menuai segera dimulai.
Versi asal usul Cap Go Meh Di zaman  Dinasti Zhou (770 – 256 SM) adalah, Aktifitas para petani dimana setiap tanggal 15 malam bulan satu Imlek memasang lampion-lampion bernama Chau Tian Can di sekeliling ladang untuk mengusir hama dan menakuti binatang-binatang perusak tanaman. Namun setelah lampion dipasang, ternyata bukan hanya berguna untuk menakuti dan mengusir hama, tetapi juga membuat pemandangan malam menjadi indah pada setiap 15 malam bulan satu. Para petani juga membuat suasana menjadi ramai dengan menambah dan menabuh bermacam bentuk bunyi-bunyian juga bermain barongsai (Awalnya tarian barongsai ini tidak pernah dikaitkan dengan ritual keagamaan manapun juga, tetapi akhirnya karena rakyat percaya, bahwa barongsai itu dapat mengusir hawa-hawa buruk dan roh-roh jahat. Jadi budaya atau kepercayaan rakyat itulah yang akhirnya dimanfaatkan atau bersinergi dengan lembaga keagamaan). Kepercayaan dan tradisi budaya ini kemudian terus berlanjut secara turun menurun, baik didaratan Tiongkok maupun diperantauan diseluruh dunia.
Memang tidak komplit rasanya jika Cap Go Meh tidak ada liong (naga) dan barongsai. Nama “barongsai” merupakan gabungan dari kata Barong dalam bahasa Jawa dan Sai = Singa dalam bahasa dialek Hokkian. tarian singa itu sendiri biasanya disebut “Nong Shi”. Singa menurut etnis Tionghoa ini melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.
Pada saat itu ketika raja Song Wen sedang kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah Raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Panglimanya yang bernama Zhing Que mempunyai ide yang jenius dengan membuat boneka-boneka singa tiruan untuk mengusir pasukan raja Fan. Ternyata usahanya itu berhasil sehingga sejak saat ini mulailah melegenda tarian barongsai tersebut hingga kini.
Ada dua macam jenis macam tarian barongsai. Singa Utara yang lebih dikenal karena penampilannya lebih natural sebab tanpa tanduk, dan Singa Selatan yang dikenal memiliki tanduk dan sisik jadi mirip dengan binatang Qilin (kuda naga yang bertanduk).
Seperti layaknya binatang-binatang lainnya juga, maka barongsai juga harus diberi makan berupa Angpau yang ditempeli dengan sayuran selada air yang lazim disebut “Lay See”. Untuk melakukan tarian makan laysee (Chai Qing) ini para pemain harus mampu melakukan loncatan tinggi, sehingga ketika dahulu para pemain barongsai, hanya dimainkan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan silat – “Hokkian = kun tao” yang berasal dari bahasa Mandarin Quan Dao (Kepala kepalan atau tinju), tetapi sekarang lebih dikenal dengan kata Wu Shu, padahal artinya Wu Shu sendiri itu adalah seni menghentikan kekerasan.

Didepan barongsai selalu terdapat seorang penari lainnya yang menggunakan topeng sambil membawa kipas. Biasanya disebut Shi Zi Lang dan penari inilah yang menggiring barongsai untuk meloncat atau bermain atraksi serta memetik sayuran. Sedangkan penari dengan topeng Buddha tertawa disebut Xiao Mian Fo.
Namun demikian saat ini terdapat aliran modern lainnya yang tidak mengkaitkan barongsai dengan upacara keagamaan sama sekali, karena menurut mereka barongsai hanya sekedar asesories untuk tari atau media entertainment saja, sama sepert payung digunakan untuk tari payung, atau topeng yang digunakan untuk tarian topeng.

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.