Belajar Mencintai Indonesia Lewat Budaya



Siapa bilang jalan-jalan harus keluar kota, pulau atau negeri? Kebetulan Pontianak punya gawe besar dalam memeriahkan 70 Tahun Indonesia Merdeka. Tema besarnya memang “Ayo Kerja” tapi khusus untuk Karnaval Khatulistiwa ini diambillah tema ‘optimisme menatap masa depan Indonesia'. Tebakan saya kenapa Pontianak menjadi tuan rumahnya karena memang kota ini dilewati langsung oleh garis imajiner khatulistiwa. Tugunya juga dibangun cantik di daerah Siantan. Saya sangat antusias untuk melihat pertunjukan yang melibatnya ribuan orang ini.
 
Pria Dayak dengan baju kebesarannya
Ada alasan lain yang saya dengar kenapa Pontianak dijadikan lokasi ajang tahunan ini yaitu adanya sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Yes! Karnaval ini tidak hanya melewati rute darat kurang lebih 5 kilometer tapi juga ada karnaval kapal di sungai. Karnaval darat dengan mobil hias dari berbagai instansi dan perusahaan lalu yang kedua adalah karnaval air tentu dengan 250 kapal hias dan kapal tradisional. Diikuti oleh kurang lebih 1500 orang dan 50 an sanggar seni dari Kalimantan Barat. Ada 24 provinsi yang berpartisipasi. Sungguh ramai dan sangat semarak.

Ini yang membuat semangat saya berkobar untuk menonton. Kapan lagi saya bisa melihat berbagai macam kebudayaan serta seni dan budaya dalam satu jalan. Menurut saya ini adalah penting untuk mengenal budaya negara sendiri. Jujur, saya merasa nasionalisme saya tumbuh dan terpupuk. Bangga akan budaya sendiri, busana yang indah dan sungguh beragam warna dibalut dengan parade dan tarian. Mata saya sungguh di manja belum lagi mood hati dan jiwa saya menjadi sangat baik walaupun suhu kota Pontianak saat saya turun kejalan 38 derajat celcius.

Mobil Hias Sumatera Utara
Saya patut bangga dengan karnaval budaya yang mulai marak di Indonesia. Tidak mau kalah dengan negara-negara Eropa yang hampir tiap bulan mengadakan karnaval. Terlalu banyak untuk disebutkan. Bahkan ada yang susah payah berlomba lari dengan banteng, tidak segan mengorbankan hidupnya. Tahu kan apa nama festivalnya? Dibeberapa negara, setiap ada perayaan apapun diisi dengan karnaval. Tentu saja ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal yang makin mencintai kekayaan budayanya apalagi wisatawan asing, pasti lebih senang lagi menonton parade yang penuh dengan atraksi dan warna.

Berkaca dari beberapa negara tetangga dalam kawasan Asia. Beberapa negara saya kunjungi karena ada beberapa festival yang keren, seperti Songkran di Thailand atau Holi di India. Menurut saya pribadi, dengan festival Jailolo di Halmahera atau Karnaval Khatulistiwa di Pontianak jauh lebih indah dalam negeri sendiri, warna beragam, budayanya macam-macam apalagi atraksinya. Lalu kenapa diluar negeri sana ramainya minta ampun? Penonton dalam dan luar negeri tumplek-plek memenuhi jalan dengan berbagai macam resikonya. Jangan bilang kalau anda belum pernah menonton festival dalam negeri tapi beli tiket jauh-jauh hari buat keluar negeri gara-gara lihat iklan atau brosur.

Sulawesi juga tidak mau kalah
Nah itu dia permasalahannya. Sepertinya promosi pariwisata kita masih dibilang kurang. Banyak acara bagus yang di gagas oleh pemerintah daerah namun kurang promosinya. Sudah susah payah mempersiapkan acara dengan materi yang benar-benar bagus ternyata yang menonton sedikit sekali. Akhirnya program hanya berjalan satu tahun dan pemerintah daerag jadi melempem untuk mengadakan acara ini tahun berikutnya. Sangat disayangkan sekali.

Saya juga pernah ikut menikmati festival Danau Sentarum di kabupaten Kapuas Hulu di ujung provinsi Kalimantan Barat. Jauhnya minta ampun sarana jalan daratnya hampir 18 jam untuk mencapai kesana. Belum lagi menembus ke danau sentarum. Kendaraan yang bisa mengangkut kesana susahnya minta ampun. Ikut paket wisata? Dari pontianak bisa mencapai 5-10 juta rupiah tergantung dari fasilitas yang kita inginkan. Ternyata mihil bingit untuk mencapai kesana? Ada sih pesawat tapi harga tiketnya mencapai 600-700 ribu sekali jalan saja belum ongkos tetek bengek yang lain.

Putri Pariwisata
Itu masalah yang saya hadapi padahal Pontianak dan Kapuas Hulu berada dalam satu provinsi. Kesulitan transportasi, fasilitas jalan dan termasuk prasarana di lokasi. Memang ada homestay dan pemandu lokal yang siap membantu tapi beberapa fasilitas jalan menuju berbagai lokasi termasuk rumah singgah saat berpetualang belumlah ada. Kembali saya harus membandingkan dengan Mulu National Park yang notabenenya sama-sama taman nasional. Mulu di kelola sangat baik oleh pemerintah Malaysia bekerja dengan badan pengelola swasta. Setiap tamu yang datang harus membayar dan tetap ditemani oleh ranger jika ingin berpetualang. Semua barang yang dibawa masuk harus dibawa keluar termasuk sampah bekas makanan. Semuanya dikelola baik dan terus diawasi termasuk keselamatan  pengunjung.

Ini juga jadi masalah penting bagi pariwisata Indonesia. Vandalisme dan sampah! Saya mengaitkan dengan rasa memiliki dan balik lagi ke rasa nasionalisme. Saya cukup lama di Malang pernah mengunjungi candi badut, candi kecil yang tak terawat. Padahal candi ini punya sejarah dan umur yang lebih tua dari Borobodur dan Prambanan. Beberapa bagian candi terdapat ukiran dan coretan nama. Sungguh memalukan, terdapat nama lengkap dengan lambang hati. Tidak hanya itu, sampah tissu, botol minuman sampai kondom berserakan. Padahal setahu saya candi dahulu punya makna religius untuk berdoa. Oh ya, masih ingat dengan kasus banyaknya turis bersikap tidak sopan di tempat-tempat berdoa? Saya jadi teringat kelakuan turis yang berlagak menjadi fotografer dadakan sehingga mengganggu prosesi waisak di borobudur.

Tarian dari Kalimantan Tengah
Potensi wisata bisa sangat besar jika dikelola dengan benar. Dipromosikan dengan tepat serta mampu menberdayakan masyarakat setempat. Ini solusi yang mesti kita lakukan. Membentuk masyarakat sadar wisata akan membuat daerah tersebut berdenyut potensi wisatanya. Bali merupakan daerah yang berhasil mengolah pariwisatanya dengan tetap menjaga budaya dan mengajarkan turis yang datang untuk menghormati orma-norma yang berlaku namun tetap membuat tamu merasa nyaman. Indonesia terlalu kaya akan budaya dan sayang jika tidak diolah dengan baik.

Tim dari Jakarta
Saya setuju jika ada yang mengatakan “semakin banyak kita berpetualang di luar Indonesia semakin kita mencintai negara ini”. Tapi bukan bearti kita yang tidak pernah keluar negeri lalu tidak mencintai negara ini. Sikap nasionalisme tetap bisa tumbuh dengan menikmati budaya sendiri. Tidak perlu sampai sejauh sabang sampai merauke, cukup menyusuri budaya lokal sendiri, mempelajari, memahami, mencintai serta menyebarkannya maka cinta Indonesia akan terbentuk. Seperti saat saya menonton Karnaval Khatulistiwa ini. Melihat Indonesia dalam balutan budaya. Sungguh luar biasa karya budaya bangsa ini. Tidak ada alasan untuk tidak mencintai Indonesia. Indonesia tanah air beta sampai akhir menutup mata.



Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.