Budaya Ramadhan Pontianak, Makan Sotong Pangkong

Budaya yang sangat kaya di Pontianak bisa menginspirasi Indonesia, sayang banyak hal tradisional yang terlupakan sehingga jika ditanya, banyak orang tidak tahu, aneh jika banyak orang Indonesia lebih mengagungkan wisata luar negeri ketimbang wisata negeri sendiri yang saya yakini dalam 10 tahun terakhir tidak akan habis justru akan bertambah beberapa tempat baru. Indonesia ini Negara kaya, dengan surge alam yang luar biasa, bahkan ada yang belum terjamah sama sekali.
Lain lagi dengan Pusaka kulinernya, yang tersebar merata diseluruh Indonesia dengan rasa dan bentuk yang beraneka warna, dengan nilai great sampai awkward J . tapi buat pecinta rasa seperti saya, mencoba adalah satu hal yang menyenangkan, paling tidak saya tahu cara membuatnya, proses adalah sesuatu hal yang patut dihargai, terlepas apakah kita suka atau tidak
Kali ini saya mencoba bercerita mengenai satu makanan spesifik yang selalu bikin kangen orang orang yang berada diperantauan, makanan ini banyak dinikmati di saat menyambut idulfitri, alias pada saat bulan puasa saja, proses yang terbilang mudah namun membutuhkan keuletan, dengan saos yang berasa cukup aneh saat dimakan, namun ngangenin. Iyah… ngangenin, karena suasanan yang tercipta benar-benar nyaman. Sebenarnya makanan ini memang dimakan sebagai makanan cemilan karena bentuknya yang ceper dan tipis serta cukup a lot jika tidak bisa mengolahnya dengan sempurna.
Saya sudah pernah membahas di blog ini sebelumnya, namun saya melihat ada hal berbeda ditradisi makan sotong pangkong yaitu tradisi ngumpul barengnya usai tarawehan, biasanya warung-warung ini berdiri secara acak disepanjang jalan dan menjamur di berbagai tempat, seperti cendawan dimusim hujan. Yang terkenal adalah sepanjang jalan merdeka, biasanya bermodel lesehan seperti kaki lima, pengunjung akan menggerombol seperti lebah yang mengelilingi ratunya. Perbincangan yang ada juga begitu hangat dengan gelak tawa dan canda, kemungkinan sudah lama tidak bertemu. Inilah mungkin yang dicari saat kembali ke Pontianak.
Saya simpulkan bahwa penjual sotong pangkong tidak hanya menjual rasa yang mantap atau sekedar harga yang murah, namun mereka juga menjual suasana, enak atau tidaknya bersantai disini. Karena manikmati makanan ini harus sambil ngobrol tidak bisa hanya dinikmati sendiri. Saya sendiri merasa bahwa makanan ini lebih cocok dinikmati bersama teman kumpul ketimbang dengan pacar atau keluarga. 
Makanan ini sendiri mungkin dikenal juga dengan nama juhi, sorong kering yang dibuat ceper, biasanya ditampilkan dengan utuh, dari bagian badan, kepala hingga tentakelnya, sebelum dimakan biasanya harus melalui proses pembakaran dan dipukul atau dipangkong diatas besi sehingga seratnya lebih lunak dan memudahkan untuk memakannya, ada yang mengoleskan bumbu saat memanggang dan ada yang tidak, ada pula yang memukul sekalihus menggilingnya agar lebih mudah untuk dimakan. Karena dipukul atau dipangkong inilah namanya menjadi sotong pangkong.
Ada beberapa jenis saos yang digunakan untuk memakannya, namun yang sering saya nikmati ada yang berasa asam pedas dengan aroma ebi dan bawang putih, adapula yang menggunakan bumbu kacang, baik yang cair maupun yang kental seperti gado-gado, semuanya tergantung selera, yang unik juga cara menikmatinya, ada yang mencelupkan kedalam saos ada pula yang meminum saosnya baru kemudian memasukkan sotongnya. Semua orang punya cara untuk menikmatinya, tergantung kesenangan masing-masing. Harga yang ditawarkan juga berbeda-beda, mulai dari 8ribu, 10ribu hingga 12ribu rupiah. Saya sendiri memilih menikmatinya dengan jeruk hangat. Hmmmm rasanya benar –benar membuat saya bahagia dan berjanji untuk mengulangnya kembali di Tahun depan.
Budaya seperti ini memang harus dilestarikan, paling tidak pusaka kuliner Indonesia made in Pontianak ini dapat terus dinikmati, saat mereka kangen kampung halaman, walaupun mereka sudah beasimilasi dirantau mereka tetap mengajak anak cucu kembali ke Pontianak untuk menikmati kehangatan dan kebersamaan sotong pangkong.

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.