Menikmati Kesegaran Hutan Sylva dan Kehangatan Choipan


Perjalanan saya kali ini benar benar menyenangkan, susah payah mencari satu tempat yang segar ditengah kota ini, Pontianak tidak punya hutan Kota. Tapi untunglah, saya bisa mengunjungi Hutan Silva Universitas Tanjungpura, salah satu hutan hujan tropis dengan berbagai macam plasma nutfah.

Udaranya masih terasa segar walaupun cuacanya kota Pontianak sangat Panas sore ini, sayapun mencoba memasuki beberapa jalan setapak yang saya temui dipinggiran hutan untuk melihat sedikit isi hutan ini, beberapa tumbuhan saya kenal, namun sebagian tidak. 
Beberapa kali saya menemui tanda tanda warna bekas penelitian mahasiswa. Akhirnya saya putuskan untuk mencari pengelola hutan ini. saya sempat mencoba bertanya dengan beberapa orang yang lalu lalang disini, kira-kira dimana saya dapat mencari informasi secara detail mengenai kawasan ini.
Akhirnya saya ditunjukkan satu tempat seperti padepokan, yang merupakan rumah induk sekaligus pusat informasi hutan ini, begitu masuk kedalam rumah ini saya langsung disuguhi maket hutan sylva ini, tidak lupa saya disambut oleh welly, yang kebetulan mengelola penggunaan hutan ini.

Perbincangan dengan welly sungguh membuat penasaran untuk berkeliling kawasan hutan sylva seluas 3,2 hektar ini, jika berbicara secara ilmiah, hutan ini diberi nama arboretum sylva, arboretum sendiri mempunyai arti sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Arboretum sylva untan merupakan kawasan pelestarian plasma nutfah Kalimantan Barat. Maksud pengelolaan arboretum ini adalah untuk pengoleksian, perlindungan dan pelestarian flora dan fauna Kalimantan Barat. Sedangkan tujuannya adalah sebagai tempat pengembangan keanekaragaman hayati, tempat pengembangan pendidikan, pengembangan hutan kota serta sarana rekreasi dan hiburan bagi masyarakat. Memang, sebelum dikelola secara baik kawasan arboretum merupakan areal percontohaan antara Departemen Perindustrian Dan Pertanian yang ditanami ubi dan jagung. Karena kurangnya pengelolaan terhadap kawasan tersebut, tanaman ubi dan jagung terbengkalai dan akhirnya ditumbuhi rumput dan alang-alang.

Rumah Induk yang ada ditengah hutan ini juga memiliki banyak fungsi, sebagai ruang pertemuan, sebagai perpustakaan juga memiliki tempat pengembangan anggrek serta argocenter sebagai pusat seluruh informasi mengenai arboretum. Selain itu, terdapat pula beberapa shelter untuk pengunjung yang ingin beristirahat atau bersantai menikmati alam. Di hutan ini juga banyak sekali terdapat jenis tanaman, seperti anggrek bawang, anggrek bulan, bintangor, agatis, meranti, kantong semar, anggrek tebu, kuping gajah, durian, pinang, kayu belian, dan masih banyak plasma nutfah lain. Setelah puas berjalan, saya menemukan tempat pembibitan tanaman menggunakan bibit tanaman yang ada dihutan ini. Saya juga sempat mengunjungi pojok pembibitan anggrek, disini saya menemukan berbagai jenis anggrek dari yang berukuran besar sampai berukuran mini.

Puas saya berjalan menyusuri hutan ini, saya harus berpamitan dengan pengelola, dan perjalanan citarasa akan saya lanjutkan kesalah satu sudut kota Pontianak, di jalan Tamar. Saya menemukan sebuah café, Café Glaen, salah satu tempat yang sangat khas dengan choi pan/chai kwee nya, salah satu makanan khas peranakan di Pontianak yang menggunakan kulit yang diisi dengan berbagai macam isian, untuk kulitnya sensiri menggunakan campuran tepung beras dan tapioca yang harus dicampur rata, diuleni dan dimasak terlebih dahulu hingga kalis, setelah itu baru ditiskan dan dicetak berbentuk lingkaran dan kemudian diisi dengan berbagai macam olahan, diantaranya daun kucai, bengkoang,rebung, kacang hijau dan talas, rasa yang paling mendominasi disini adalah bawang putih dan ebi alias udang kering yang dirajang kasar dan dicampur dalam isian.Gurih dan pasti nikmat. 

Setelah selesai diisi maka akan dilipat menjadi dua seperti bentuk kroket setelah itu dilanjutkan proses pengukusan, ditempatkan diwadah yang sudah dialasi daun pisang dan minyak sayur, dan dimasukkan kedalam wajan yang diisi air untuk mengukus kurang lebih 10-15 menit hingga kulit menjadi transparan, dipinggiran wajan biasanya ditambahkan kain agar uap air tidak keluar dan setelah itu diangkat dan disajikan dengan ditambahkan minyak bawang putih goreng

Menikmati Choipan atau chaikwee ini memang enak dengan saos cabe, biasanya saos cabe ini akan terasa pedas dan asam serta aroma bawang putih yang cukup menusuk hiding dan membekas dilidah, sebenarnya ada juga choipan yang digoreng, namun saying disini tidak menyediakannya.

Petualangan rasa saya masih berlanjut, saya mendapat suguhan dari empunya cafe, ini yang saya bilang tendangan special, semangkok es kacang merah menemani nikmatnya cai kwee saya siang ini, rasanya yang legit dan gurih melengkapi nikmatnya petualangan rasa saya. Lengkap sudah perjalanan saya. Minggu depan saya akan berpetualang lagi dengan sesuatu yang lebih menarik dan tentu saja Lezat!!

RESEP




















Bahan
200
gram
tepung beras
25
gram
tepung sagu/tapioka
sendok teh
garam
450
ml
air
3
buah
bengkuang ukuran sedang
3
sendok makan
udang ebi
6
sendok makan
minyak sayur
2
siung
bawang putih
½
sendok teh
lada bubuk


Cara Pengolahan
1.
Buat bahan kulit dengan mencampurkan tepung beras, tepung sagu/tapioka, 3 sendok makan minyak sayur, 1/2 sendok teh garam dan air. Aduk rata sampai tidak menggumpal. Masak di atas api sedang sambil diaduk terus sampai mengental, seperti adonan yang kalis. Matikan api. Sisihkan dan biarkan adonan dingin.
2
Bersihkan, kupas, cuci bengkuang lalu potong-potong seperti batang korek api. Sisihkan.
3
Udang ebi direndam air panas, lalu dicincang kasar. Sisihkan.
4
Bersihkan, kupas, cuci, cincang bawang putih sampai halus. Sisihkan.
5
Panaskan 3 sendok makan minyak sayur, tumis bawang putih sampai harum. Sisihkan bawang putih separunhya. Masukkan udang ebi dan bengkuang. Masak sampai agak layu.
6
Masukkan 2 sendok teh garam dan lada. Aduk rata sampai bengkuang matang. Angkat dan sisihkan.
7
Ambil sedikit adonan kulit, lalu dibuat seperti mangkuk yang tipis. Jika adonan masih lengket, bisa ditambahkan tepung sagu/tapioka supaya tidak lengket. Setelah adonan sudah berbentuk mangkuk lingkaran, masukkan 1 sendok makan bahan isi. Rekatkan ujung lingkaran seperti membuat pastel. Taruh di loyang/pinggan tahan panas yang sudah diolesi dengan minyak sayur.
8
Panaskan air di wajan kukusan sampai mendidih, setelah itu kukus chai kue yang sudah dibentuk selama 10 – 15 menit. Angkat.
9
Sajikan chai kue dengan bawang putih di atasnya.


















Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.