Menembus Laos, dari Chiang Rai ke Luang Prabang

Menginjakkan kaki di Luang Prabang melalui Chiang Ray dalam keadaan sangat lelah perjalanan cukup panjang 18 jam melewati jalan darat. Walaupun jauh tapi sungguh menyenangkan. Perjalanannya berkelok kelok lebih dahsyat dari kelok 99.
Menginjakkan kaki di Luang Prabang melalui Chiang Rai dalam keadaan sangat lelah perjalanan cukup panjang 18 jam melewati jalan darat. Walaupun jauh tapi sungguh menyenangkan. Perjalanannya berkelok kelok lebih dahsyat dari kelok 99. Disebelah kiri terlihat bukit dan gunung sementara disebelah kanan jurang curam dan dalam, begitu juga sebaliknya, menanjak dan menurun, saya berpuluh-puluh kali terlempar kekiri dan kekanan. Adrenalin saya terus diuji begitu pula dengan Pinggang dan tubuh saya. Semua teruji dengan mumpuni. Tiba pukul 05.00 pagi membuat saya bisa merasakan sejuknya udara pagi dan melihat matahari terbit di sungai Mekong. Perjalanan panjang dengan ransel berat tidak membuat saya mundur. Memandang indahnya pagi ditemani dengan segelas kopi laos dan dua potong chaikwe membuat hidup saya bahagia.

Penumpang Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Penumpang Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Udara dingin menyeruak menembus tulang, beberapa kali saya harus menggosokkan kedua tangan agar hangat. Terlalu dingin sehingga bernafaspun agak sulit, telinga dan hidung saya terasa kaku. Tetapi semangat saya yang membara untuk melihat keindahan Luang Prabang membuat saya terus survive. Saya berhasil menginjakkan kaki di terminal bus Luang Prabang bersama penumpang bus lainnya. Waktu masih menunjukkan 04.00 pagi, Didalam bus saya sempat berkenalan dengan sepasang traveler asal Amerika dan Rusia. Kami bertiga kompak bertiga untuk naik tuk tuk yang sama menuju tengah kota Luang Prabang agar lebih murah,  $ 1 US seorang dan kami berhasil sampai di alun alun kota Luang Prabang. Perjalanan di mulai

Pagi berkabut di Luang Prabang
Pagi berkabut di Luang Prabang
Pagi Berkabut di Luang Prabang.
Sembari menunggu pagi dan menyesuai diri dengan situasi, saya menyusuri jalan berliku menuju pinggiran Sungai Mekong. Ya, saya sungguh suka melihat pagi hari. Untunglah beberapa warung pinggir sungai sudah memulai aktifitasnya. Kompor kayu sudah dinyalakan, air sudah dimasak, itu artinya kopi dan teh laos siap disajikan, saya mencium aroma sedap dari sana, rupanya kaldu untuk bubur sudah mulai dimasak. Sembari memanggul backpack saya menghempaskan tubuh di bangku yang sudah terdapat meja panjang. Punggung ini sudah pegal akibat memanggul cukup lama. Saya memesan Kopi panas dan dua potong chakwee seharga Rp 10. Sayang, bubur yang disajikan tidak halal, saya mengurungkan niat untuk memesan.

Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Ternyata kopi Luang Prabang disajikan bersama dengan teh laos. Air hangat dimasukkan beberapa serpihan daun teh kering yang harum, warnanya tidak begitu coklat, harum teh beradu dengan aroma kopi. Sedikit cecap disela-sela asap kopi yang mengepul, saya jatuh cinta dengan rasa pahitnya yang pekat namun tidak meninggalkan jejak ditenggorokan. Tidak lupa cakwe saya gigit bersamaan. Sungguh nikmat sekali, udara dingin terasa terhempas begitu saja. Aktifitas mulai ramai, makin banyak orang yang berlalu lalang, aktifitas mulai terasa. Beberapa penjual sayuran mulai terlihat lalu lalang membawa dagangannya. Beberapa juga terlihat membawa nya menuju pinggiran sungai. Ada seperti tangga menuju kebawah.

Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Untuk menjawab rasa penasaran, saya segera mengangkat tas punggung seberat 11 kilogram dan menuruni tangga yang lumayan dan tinggi, rupanya air sedang surut sehingga untuk menuju pelabuhan yang berbentuk lanting sederhana harus melewati tanah merah 60 derajat. Jika hujan, pasti tidak akan bisa melewatinya. Di pelabuhan sederhana ini sudah menunggu beberapa sampan bermesin yang siap menghantar penumpang menuju keseberang. Barang-barang yang dibawa mulai disusun rapi didalam sampan yang memanjang dan mampu memuat 7-10 orang. Terlihat beberapa anak sekolah juga ikut dalam perahu ini.

Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang

Salut dengan kemampuan mengemudi para pemilik sampan bermesin ini, walaupun dalam keadaan penuh kabut, mereka bisa mengemudikan dengan baik tanpa khawatir bertabrakan, entah bagaimana caranya. 

Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Kapal ditepi dermaga sungai Mekong, Luang Prabang
Disamping dermaga sederhana ini juga terdapat beberapa kapal yang lebih besar, beberapa terlihat memiliki atap dan dinding, seperti kapal Bandong di Pontianak, kapal ini mempunyai ruangan dan sepertinya digunakan untuk perjalanan yang lebih panjang menyusuri sungai Mekong.

Kapal di sungai Mekong, Luang Prabang
Kapal di sungai Mekong, Luang Prabang
Seperti diketahui, sungai Mekong melewati beberapa negara Indochina, beberapa travel wisata juga menyediakan paket perjalanan melewati jalur air, jika punya banyak waktu cobalah perjalanan menggunakan kapal besar ini selama dua hari menuju Chiang Rai di Thailand. Saya tak Punya waktu untuk menikmati perjalanan ini. Masih banyak lokasi yang ingin tukang jalan jajan eksplorasi lagi

Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.