Festival....... Malang Tempoe Doeloe






Festifal Malang Kembali alias Malang Tempo Doeloe

Saya sempet maen kesini beberapa kali. seru juga sih, karena banyak jajan pasar yang ngga biasa , dijual disini dan dan merasa seneng aja dengan view yang jarang ditemui, berharap diadakan juga Pontianak tempo doeloe..... suka banget neh.... jajanannya enak-enak dan aneh-aneh.... asiekkkkk

BTW Apaan sih Malang Tempoe Doeloe?
Sebuah acara yang diadakan tiap 1 tahun sekali di kota Malang dalam serangkaian merayakan ulang tahun kota Malang. Tahun ini (kalau tidak salah) sudah menjadi tahun ketiga Festifal Malang Kembali diadakan. Dan tahun ini pula Festifal ini benar2 paling ramai dibanding tahun2 sbelumnya.

Gimana sih itu acaranya? Yup, didalam Festifal Malang Kembali tersebut menampilkan nuansa Malang tempo dulu. Stan2 penjual yang berdagangan masakan2 jaman dulu disertai dengan pelafalan ejaan lama. Misalnya ‘warung soto pikul’ akan menjadi ‘waroeng soto pikoel’ dan lain sebagainya. Para pengunjung pun juga harus berpakaian jadul loh..
tempatnya di Jalan iJen Boulevard,

Salah satu ciri khas yang ingin ditonjolkan dalam Festival Malang Kembali (FMK) adalah gaya busana alias dress code. Dalam papan pengumuman yang dipasang dibeberapa sudut kota, khususnya yang berdekatan dengan Jalan Ijen, pengunjung dianjurkan untuk memakai busana ala Tempo Doeloe, atau minimal bergaya retro. Pemerintah Kota Malang sendiri sudah agak melonggarkan ketentuan berbusana untuk tahun ini, bahwa busana yang dipakai tidak harus mutlak berupa kebaya dan tetek bengeknya, sehingga tidak harus ngoyo untuk membeli atau meminjam kebaya neneknya. Tidak juga dilarang untuk berpakaian ala retro 70an dimana menurut panitia (committee bagi yang tidak paham istilah panitia) juga mencerminkan Malang dimasa silam yang mengikuti perkembangan mode.

Pada FMK kali ini, memang mayoritas pengunjung tidak memakai busana tempo doeloe sebagaimana yang dianjurkan panitia. Ada beberapa alasan yang diajukan oleh para pengunjung, pertama karena malas dan tidak ingin kerepotan, kedua karena tidak punya waktu untuk menyewa atau meminjam, ketiga karena tidak punya busana kuno sama sekali. Tapi sebagian pengunjung lainnya tetap antusias memakai busana tempo doeloe dikarenakan selain ingin menjadi bagian dari ke’jadul’an Malang, namun juga ada motivasi lain yakni…siapa tahu jadi pemenang dalam kontes busana pengunjung yang diambil secara acak (rawak) setiap harinya.

Dari apa yang saya lihat dalam beberapa hari festival, busana ala tempo doeloe yang dipakai pengunjung dapat dikategorikan sebagai berikut :

Busana tradisional

Biasanya terdiri atas kebaya baik kebaya ibu-ibu pedesaan, kebaya gadis desa, ataupun diikat ujungnya seperti ibu-ibu Madura sampai kebaya ala encim Cina yang putih. Sedangkan untuk bawahan, digunakan kain batik dalam bentuk jarik panjang atau bahkan diatas lututpun saya jumpai, khususnya dikalangan pengunjung ABG. Sedangkan yang laki-laki banyak memakai surjan (baju jawa bermotif lurik), celana batik dan kadang pakai udheng, blangkon, caping petani, topi mandor Belanda dan lain sebagainya. Pendek kata, mereka juga jor-joran untuk tampil kuno meski kadang kurang pas. Malah ada juga yang memakai baju adat Jawa lengkap dari atas sampai bawah seperti pengantin layaknya. Ada pula beberapa keluarga atau bahkan rombongan besar yang semuanya pakai baju model itu. Seru sekali…termasuk peserta penjaga stand juga berbusana ala tempo doeloe.

Ada satu pengunjung yang memakai baju ala pembesar Jawa jaman dulu juga lho.

Busana Era 40an

Busana ala pejuang 45 juga bertebaran dimana-mana. Baik yang memakai baju prajurit Belanda, tentara Jepang, atau hanya berkaos putih dipadu kalungan sarung dan para gadis dengan rambut dikepang ala gadis jaman perjuangan. Tapi banyak yang pantes dengan dandanan seperti itu. Kadang para pemakai busana pejuang ini naik sepeda kebo (sepeda jaman dulu) berkeliling sepanjang Jalan Ijen seolah Ijen itu kembali seperti Malang tahun 40an. Ada juga sebagian kecil yang memakai baju ala Sinyo-Nonik Belanda.

Busana ala Jepang

Ada 3 orang lelaki yang saya temui memakai busana ala Jepang. Lengkap dengan ikat kepalanya, dan satu perempuan yang saya potret dalam keadaan memakai kimono. Jadi teringat Jugun Ianfu pada masa penjajahan Jepang yang pahit dan penuh penderitaan.

Busana Setengah Tempo Doeloe

Yang ini hanya memakai sebagian saja…khususnya bagi pemakai Jilbab. Ada yang memakai batik dibawahannya saja, atau kebaya modifikasi yang jauh dari kesan tempo doeloe. Atau hanya atasannya yang pakai baju kuno seperti surjan sedangkan bawahannya modern.

Terlepas dari banyak sedikitnya pengunjung yang memakai busana tempo doeloe, yang jelas minat warga Malang dan luar Malang untuk menyaksikan dan bergembira dalam FMK ini tetap terpancar. Bahkan saya bertemu rombongan keluarga yang datang jauh-jauh dari Lamongan hanya untuk menyaksikan FMK ini, dan sudah berpakaian kuno lengkap lagi…Sungguh apapun itu saya tetap bangga dengan festival semacam ini. Karena bukan hanya sekedar berhura-hura, melainkan juga untuk mendidik agar kita tahu warisan budaya kita, dan tidak hanya termakan oleh arus jaman yang kian deras dan kian Jakarta sentris saat ini.
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.