Backpacker Rasa Liburan di Bagan
Pengalaman backpacker ke Myanmar merupakan salah satu cerita seru Tukang Jalan Jajan. Jauh hari membuat itinerary ke Myanmar sehingga walaupun temanya backpacker tapi tetap seperti liburan.
Backpacker Rasa Liburan di Bagan. Pengalaman backpacker ke Myanmar merupakan salah satu
cerita seru Tukang Jalan Jajan. Trip ke Myanmar bersana dengan nyokap membuat
jalinan cerita berbeda. Biasanya banyak yang bergerak dari Jakarta ke Myanmar,
saya justru dari Penang ke Ho Chi Mihn City di Myanmar. Percutian yang memakan
waktu dua hari membuat mata terpesona dengan lautan pagoda karena tujuan kali
ini memang Bagan.
Jauh hari membuat itinerary ke Myanmar sehingga
walaupun temanya backpacker tapi tetap seperti liburan. Tidak ada tour ke
Mandalay karena ingin berfokus menikmati pagi dari atas ribuan candi di Bagan.
Mari menikmati kota ini dengan santai sembari menikmati kehebatan masa lampau
Menjejakkan Kaki di Lautan Pagoda
Kota ini seperti pedesaan pada umumnya, wisata di kota
Bagan tidak terlalu banyak pilihan. Untungnya tujuan sudah jelas, menikmati
hamparan batu yang tersusun menjadi pagoda dan candi. Umur bangunan sudah
ribuan tahun, sehingga terasa seperti terlempar kemasa lampau. Sayang nya
banyak juga candi dan pagoda yang tidak terawatt namun yang patut diacungi
jempol, penduduk disini sangat menghargai bangunan sebagai pusat peribadatan.
Beberapa kali saya melihat penduduk lokal mengatupkan tangan didada sembari
menunduk dan berdoa sejenak dengan khusyik.
Melihat kota ini, terasa sekali ketenangan, entah
kenapa tukang jalan jajan jadi sangat penasaran dengan budaya hidup penduduk
Bagan. Sempat mengunjungi perkampungan berumur ratusan tahun hingga menikmati
sarapan lokal dibawah pohon. Saya terkesima dengan cara menyiapkan nasi yang
diberi minyak, garam dan kacang rebus disajikan dengan tangan kosong dengan
lauk pauk ayam kampung goreng yang cukup alot serta ikan asin goreng.
Untunglah sambalnya pedas namun terasa aneh karena dicampur jambu biji.
Tukang Jalan Jajan juga sempat bertandang kepekuburan
di Bagan. Penasaran sekali melihat nisannya dan bagaimana bentuknya. Ternyata
hampir mirip dengan negara Asia lainnya, berada ditempat yang agak jauh dari
perumahan dan nisannya terdapat bentuk seperti matahari yang memancarkan sinar.
letaknya juga menghadap matahari terbit. Terasa cukup aneh itinerary di Bagan
kali ini, namun sangat dinikmati. Bagi yang ingin menikmati jalan setapak di
Bagan, dapat mennggunakan tur, bisa menyewa motor atau sepeda melewati jalan
setapak berpasir. Pastikan waktu kedatangan tidak bertepatan dengan musim hujan
karena tidak ada jalan permanen yang bisa dilewati dengan mulus.
Sempat bertandang ke kerajinan penduduk lokal yang
menggunakan bambu. HAsil produknya luar biasa, selain benda benda kerajinan
yang biasa saya lihat, adapula mangkok, piring hingga gelas yang terbuat dari
bambu yang dibuat melingkar dan disusun satu persatu. pekerjaan yang
membutuhkan waktu dan ketekunan.
Bagan punya daya tarik wisata sebagai segitiga candi
dunia selain Angkor Wat di Kamboja dan Borobudur di Indonesia. Sejarah panjang
mencatat bahwa ketiganya memiliki ikatan kuat sebagai saksi perkembangan Hindu
dan Budha di dunia. Myanmar harus menyiapkan dana yang besar untuk melakukan
perawatan terhadap candi dan pagoda yang mulai rusak akibat dimakan usia dan
gempa.
Menghirup Pagi dari Sela Pagoda
Saya sedikit berlari ke atas Pagoda Buledi supaya tidak melewatkan momen pagi
ini. Sendal saya lempar begitu saja di tangga bawah. Ternyata sudah ada
beberapa orang yang juga lebih dulu berada di sini. Masing-masing sudah dengan
senjatanya masing-masing, ada yang membawa kamera, handy cam atau hanya mengabadikan dengan mata saja. Saya agak iri
dengan pasangan di sudut kanan yang berpelukan mesra menuggu matahari terbit.
Jantung saya berdetak kencang, nafas saya terengah. Salah satu momen penting
yang hanya saya lihat di kartu pos sekarang menjadi kenyataan di depan mata.
Bahagia sekali saat matahari mulai bergerak muncul di ufuk timur. Jerry yang
dari tadi diam tiba-tiba menepuk pundak saya setelah beberapa kali jepretan
kamera. Dia menawarkan untuk mengambil foto. Dengan senyuman saya menggeleng,
sayang rasanya merusak momen indah ini dengan adanya keberadaan saya di foto
ini.
Jerry mengajak saya menuju lokasi lain, dia mengajak
saya bersantai ke sebuah kampung. Kampung ini merupakan kampung tua yang sudah
di huni sejak abad ke 13. Pagi di sini sudah hiruk pikuk dengan aktifitas
wanita kampung yang sibuk ke sawah menggunakan pedati yang di tarik dua ekor
sapi. Anak-anak juga lalu lalang untuk pergi ke sekolah. Saya bersantai di
sebuah warung warga dan mencecap kopi vietnam yang kental dan manis, saat ingin
memesan sarapan ternyata masih belum siap. Saya sempat meminta ijin dengan
penjaga kampung untuk menumpang ke toilet. Sembari berjalan ke belakang
ternyata saya melihat aktifitas memintal kapas dan sutra sedangkan yang lain
sibuk menenun dengan alat tradisional. Tangan-tangan lincah ibu-ibu ini membuat
saya berhenti sejenak. Sayang saat saya bertanya, mereka tidak bisa menggunakan
bahasa Inggris.
Di sudut pemintal benang ada seorang nenek yang sibuk
melinting kelobot jagung, ternyata ia sedang membuat rokok yang berisi cacahan
kayu, rumput kering dan sedikit tembakau. Ukurannya tdak main main, 2 kali
ukuran cerutu besarnya. Di hisap sembari memegang asbak dari batok kelapa dan
bisa di hidupkan atau dimatikan sewaktu waktu. Saya hanya bisa tersenyum tanpa
bisa menyapa si nenek.
Waktunya sarapan pagi, menu khas yang belum pernah
saya makan, nasi disiram minyak dan di beri garam lalu remas dengan tangan
kosong lalu ditambahkan kacang tanah rebus. Lauknya beberapa potong ayam
goreng, sambal kacang dan jambu serta sayur rebung tumis dan semangkuk sup
bening. Saya lihat, rata-rata setiap makan selalu ada rebung, entah itu di
tumis, disambal atau berkuah. Makan pagi sudah, waktunya untuk berkeliling
pagoda dan kuil yang ada di Bagan.
Saya sendiri baru tahu perbedaan Pagoda, Candi dan
Kuil. Kuil di dalamnya ada lorong (buat pedagang) dan ada ruang (biasanya berisi
patung Buddha untuk berdoa). Sementara itu, candi adalah bangunan yang biasanya tidak ada ruang untuk berdoa,
jadi hanya sebuah bangunan. Sedangkan pagoda
adalah bangunan seperti candi tapi memiliki stupa,yang biasanya dilapisi emas.Bisanya setiap ada Pagoda pasti ada kuil disekitarnya,
bisa saja satu Pagoda memiliki beberapa kuil. Semakin sering dikunjungi,
biasanya Kuil akan bersih dan banyak lilin serta memiliki penjaganya sendiri.
Jika ingin berkunjung semua orang wajib melepaskan alas kaki dan berlaku sopan.
Tidak boleh mengganggu orang yang beribadah.
Menyapa Saksi Bisu Kerajaan Pagan
Pagoda terbesar yang wajib dikunjungi adalah
Dhammayangyi, salah satu candi besar di Asia dan cocok untuk melihat matahari
terbit, namun saya tidak melakukannya karena tidak rela membayar 20 USD. Ada
ribuan bata kuno yang tersusun rapi dan presisi. Candi
ini dibangun pada tahun 1167 oleh Raja Narathu yang diselesaikan hanya dalam
kurun waktu tiga tahun. Jerry mengatakan bahwa candi ini menyimpan
cerita sedih. Bangunan ini dibuat karena penyesalan sang Raja yang sudah
membunuh Ayah, istri dan saudaranya demi tahta. Raja ini terkenal kejam karena
jika ada anggota kerajaan yang melakukan kesalahan maka kepalanya akan
dimasukkan kedalam lubang-lubang jendela kecil lalu dipenggal. Saya belum
mendapatkan referensi pasti cerita ini.
Bulu kuduk merinding, lorong sempit yang temaran dan
terhubung dengan semua ruangan membuat suasana kelam semakin terasa. Dinding
yang rapat dan presisi membuat bangunan ini sangat kokoh seperti piramid dengan
puncaknya yang tumpul. Kubahnya berbentuk segi empat
dengan patung Buddha sebagai porosnya dan menghadap keempat penjuru mata angin.
Disalah satu sudut, saya menemukan dua patung Buddha yang duduk berdampingan,
Jerry mengatakan ini melambangkan kedua saudaranya. Hal unik ini tidak
ditemukan di candi lainnya.
Halaman candi ini
juga luas dan ada beberapa sudut yang dipenuhi pemandu wisata dan penjual
wayang kayu. Beberapa penjual dan anak-anak akan mengerubungi wisatawan yang
datang. hati hati juga dengan pemaksaan dan copet. Jangan sampai anda apes
disini.
Saya bergerak ke
Candi lain, Ananda yang disebut sebagai candi pendamping Dhammayangyi. Anggaplah keduanya seperti Raja dan
Ratu. Candi yang terlihat molek dengan puncak candi berwarna keemasan. Dari
jauh saya sudah bisa melihat Pohon Bodi yang rindang. Ananda adalah tempat di mana perkawinan antara semua
mahakarya seni Myanmar ini ditemukan. Namanya diambil dari bahasa Sansekerta,
’Anand’ yang berarti sangat indah. Bangunan seluas 88 meter dengan tinggi
mencapai 51 meter ini merupakan salah satu candi yang tersohor dengan susunan
bata yang sangat rapat. Tata bangunannya sudah melalui perhitungan tepat dan
sangat presisi, perpaduan arsitekturnya antara budaya dan agama. Terlihat dari
peletakan pintu, tiang penyanggah dan Patung Budha yang mencerminkan makna yang
dalam
Bagian
puncaknya terdapat stupa dengan lapisan gold leaf sementara dibagian ujungnya terdapat
batu permata, semakin megah bangunannya maka semakin besar dan indah permata
dibagian ujungnya. Bangunan kubah persegi empat menjadi ruangan utama,
masing-masingnya dihuni oleh patung Buddha berwarna emas berdiri setinggi 9,5
meter dengan Mudra yang berbeda. Mudra merupakan simbol gerakan tangan yang
digunakan dalam seni memahat agama Buddha. Keempat patung tersebut berdiri
menghadap arah mata angin yang berbeda-beda, merepresentasikan pencapaian
Buddha ke Nirvana. Sistem ventilasi dan penerangan juga diimplementasikan
dengan penuh perhitungan. Dinding koridor berkubah dengan jendela-jendela besar
menjadi dekorasi serta sumber pencahayaan di dalam candi ini. Ratusan kubah
kecil diisi oleh patung Buddha yang berbeda-beda. Beberapa turis berkulit pucat
sedang duduk bermeditasi didalamnya. Saya beranjak segera pergi supaya tidak
mengganggu keheningan mereka yang sangat berkonsentrasi. Berjalan sedikit
berjinjit sembari merasakan aura ketenangan tempat ini.
Candi
berikutnya yang dikunjungi adalah Thatbyinnyu, candi yang memiliki ketinggian
61 meter ini menyambang gelar sebagai panglima yang paling ditakuti di Bagan.
Sama seperti yang lain, bangunannya megah dengan empat sisi di bagian dasar
dengan tiang-tiang runcing yang menghunus langit sebagai penyangga. Lagi-lagi
kehebatan arsitektur kuno Myanmar terlihat di candi ini. Dibangun pada tahun
1144 oleh Raja Alaung Sithu, candi ini dilengkapi dengan wihara dan
perpustakaan. Bangunan ini juga dilengkapi oleh tujuh buah teras yang semuanya
menghadap ke timur. Saya sempat berpikir bahwa kerajaan ini memiliki banyak
orang pintar karena dari banyak reruntuhan yang saya datangi, kebanyakan
memiliki bagian yang dijadikan perpustakaan
.
.
Keindahan arsitektur Candi di Bagan |
Di teras,
terdapat sebuah pahatan patung Buddha yang terbuat dari batu bata dan plaster,
sedang duduk di atas duri lotus. Di langit-langit dan dinding koridor berkubah
dihiasi oleh mural yang bercerita mengenai perjalanan hidup Sang Buddha yang
akan mencapai pencerahan. Sesuai dengan arti namanya, Thatbyinnyu. Selain perpustakaan,
banyak candi memiliki barak untuk tempat tinggal biksu dan ruangan-ruangan
berisi lingga dan yoni. Beberapa candi dan Pagoda yang besar terdapat beberapa
kotak sumbangan dibagian pintu masuk atau pintu keluar, jika memang berkenan,
kita dapat memberikan sumbangan untuk pemeliharaan tempat ini.
Candi dan Pagoda di Kota Bagan |
Jerry kembali mengajak saya menuju pagoda lain, Thatbyinnyu. Dari Jauh sudah terlihat pagoda berwarna putih yang
menjulang. Pagoda ini, dibangun oleh Raja Alaungsithu pada abad 11. Thatbyinnyu sendiri bermakna ‘mengetahui akan pengetahuan secara menyeluruh dan melihat secara
luas’. Pagoda ini terdiri tas dua lantai namun tidak bisa menuju ke
lantai atas karena sudah ditutup. Alasannya untuk menjaga kelestarian pagoda
yang sudah berusia ratusan tahun ini. Jerry meminta saya untuk melihat
kesebelah timur ada sebuah pagoda kecil yang menjadi Pagoda penghiting. Dalam
setiap 10000 batu bata yang digunakan untuk pagoda Thatbyinnyu, disisihkan
sebuah batu bata untuk membangun pagoda kecil itu. Jadi hitung saja berapa batu
bata yang digunakan untuk membangun Thatbyinnyu.
Candi dan Pagoda di Kota Bagan |
Jerry memanggil saya dengan antusias, “bagaimana mereka bisa tahu bahwa
bangunan ini sudah benar tegak lurus 80 derajat keatas?”. Tidak ada kompoter,
tidak ada rumus Phytagoras, tidak ada water pass dan alat canggih lainnya. Saya
hanya bisa menggeleng pasrah. Ia menunjukkan lubang di tanah yang bentuknya
bulat. didalamnya ada air menggenang lalu Jerry menunjuk satu titik untuk saya
berdiri tegak. Ternyata genangan air ini seperti cermin yang bisa memantulkan
gambar puncak Pagoda. Dari pantulan bayangan ini bisa terlihat Seluruh bangunan
Pagoda hingga puncak, apakah sudah lurus atau belum. Lokasi Pagoda ini berada di
sebelah kanan dari jalan Bagan – Nyaung Oo Utara, tepat setelah melewati
stasiun bis.
Saat saya melangkah keluar untuk kembali, disepanjang lorong pagoda terdapat
banyak pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya, Ada longyi, tanaka,
pernak-pernik, peralatan sembahyang dan banyak lagi aneka barang yang tersedia
disini. Memang di beberapa candi dan pagoda yang ramai dikunjungi keempat
lorong yang menuju ke candi akan dipenuhi pedagang yang menjajakan barang
dagangannya. Asal bisa menawar tentu saja akan mendapat harga bagus. Ada juga
beberapa perempuan muda dan anak anak yang akan berusaha mengajak kita untuk
datang ke toko yang ada disekitaran pagoda, biasanya mereka menjual keramik
yang berbentuk miniature pagoda atau artefak yang berada didalam pagoda dan
candi
Bagan, kejayaan Pagan di Masa Lampau
Pagoda Ananda, Pagoda Dhammayangyi, Pagoda
Gawdawpalin, Pagoda Htilominlo, Pagoda Thatbyinnyu, Pagoda Thambula, Pagoda Shwezigon,
dan Pagoda Pyathatgyi, masih ada ribuan Kuil dan Pagoda yang masih utuh maupun
reruntuhan. Kabarnya tanah Bagan seluas 42 kilometer persegi ini memiliki 4500
bangunan. Jika dihitung dengan mata uang, entah berapa banyak biaya yang habis
dikeluarkan untuk membangun ini semua. Saya membayangkan, dahulu setiap raja
akan berusaha membuat kenangan dengan bangunan besar agar dia menjadi bagian
dari sejarah itu.
Selain candi dan pagoda yang dibuat oleh raja, ada pula
yang dibuat oleh bangsawan dan orang kaya dimasa itu, fungsinya lebih untuk
berdoa. biasanya berada dipinggiran batas kerajaan Pagan. Kondisi saat ini
memang kebanyakan rusak terkena gempa dan banjir. Butuh biaya yang sangat
banyak untuk melakukan perawatan pada seluruh bangunan ini karena rekonstruksi
membutuhkan ilmuwan dan arsitek yang mengetahui bagaimana kondisi bangunan
sebelum rusak.
Sembari mengantarkan saya ke setiap Pagoda, Jerry
selalu menjelaskan dengan detil sejarah dari masing-masing bangunan, sayapun
selalu bertanya apa saja kegunaan dari barang-barang yang ada di setiap
bangunan. Jerry pun rajin mengingatkan turis yang tidak sopan dan menggunakan
alas kaki saat masuk kedalam kuil. Bagi yang memiliki uang lebih bisa naik
balon udara untuk melihat dari atas bagaimana arsitektur seragam dari bangunan
yang ada di Bagan. Harganya tergantung berat badan dan musim. Jika cuaca buruk
mereka tidak beroperasi jadi pastikan saja terlebih dahulu.
Bagan adalah kota tua yang menyimpan banyak cerita
yang belum tuntas saya ulik, entah bagaimana caranya mereka dapat membangun ini
semua. Entah apa kegunaan bangunan sebanyak ini. Saya masih penasaran sampai
detik ini dan berjanji akan berkunjung kembali ke Myanmar.
20 komentar
Silakan berkomentar dengan bijak. Setelah anda mampir dan berkomentar, saya akan berkunjung balik. Jangan meninggalkan link hidup ya :)
Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : eko.dony.prayudi@gmail.com
+Telp/WA : 0819 - 3210 - 9497
+IG/Twitter : @dodon_jerry
kan jadi rasa-rasa artis
hehe
Tapi setelah membaca ini saya jadi tau sejarah-sejarah di sana seperti apa :)
Btw, sarapannya simpel, gak aneh ternyata. Aku blm nyoba nasi plus minyak panas
Asik banget ya jalan-jalannya sampe ga abis-abis ceritanya.
Candinya terawat banget ya? Setelah gempa berarti sempat rusak dan ada restorasi2 gtu ya? Tapi sepertinya yang lapis emas itu buatan atau replika bukan? Eh, apa aku keliru ya mas?
Btw itu gimana ya rasanya nasi plus minyak dan garam diremas pakai tangan kosong? Aku bisa makan berapa suap ya kalo caranya kayak gitu? Hihihi. Unik.
Yang paling indah adalah perjalanan bersama Ibunda.
Senang sekali lihat fotonya, kak...
Eh, itu sarapannya unik juga. Aku lagi bayangin nasi dicampur minyak dan garam hihihi
Btw saya penasaRan sama si nenek yang bikin rokok dari kelobot jagung. Hemm... Di kita masih ada gak ya?