Mercusuar Tanjung Datu, Menyusuri Tapal Batas Indonesia Malaysia
Tanjung Datu adalah garis batas Indonesia Malaysia. batas dan kepemilikan wilayah Indonesia ditandai dengan suar buatan Belanda pada 1884 setinggi 7 meter. Suar ini berdiri persis di batas wilayah Indonesia, tepatnya pada patok A4.
Mercusuar Tanjung Datu, Menyusuri Tapal Batas Indonesia Malaysia. Nina
sang pemandu sudah berteriak dari tepi pantai, “Pak Mahdi sudah datang, Ayo
cepat! nanti hari gelap”. terengah engah, setengah berlari dengan perut
kekenyangan setelah beristirahat sekitar 1 jam. Semuanya penasaran sekali
dengan mercusuar yang menjadi tapal batas Indonesia dan Malaysia ini. Bagaimana
tidak, lokasi ini sempat menjadi perebutan yang membuat hubungan kedua negara
serumpun ini menghangat. Perlahan masing-masing membawa peralatan foto dan
masuk menuju kapal yang sudah menunggu. Sembari berjinjit melewati pasir panas
dengan hati gembira.
Tanjung Datu adalah garis batas
Indonesia Malaysia. batas dan kepemilikan wilayah Indonesia ditandai dengan
suar buatan Belanda pada 1884 setinggi 7 meter. Suar ini berdiri persis di
batas wilayah Indonesia, tepatnya pada patok A4. Sayangnya, tanda batas ini
sudah padam, lalu dihapus dari Daftar Suar Indonesia dan peta laut sejak tahun
1978. Dua suar lain dibangun oleh Malaysia di wilayahnya. Negara itu membangun
suar pertamanya setinggi 10 meter pada 1987. Karena padam, dibangun lagi suar
baru setinggi 7 meter pada 1990. Suar ini telah masuk dalam Daftar Suar
Internasional tahun 2004.Sebetulnya perbatasan darat antara Indonesia dan
Malaysia di ujung Tanjung Datu telah disepakati pada 1976. Rujukannya
perjanjian batas darat Hindia Belanda dengan Inggris pada 1891. Hanya, tidak
diatur pembagian, penetapan, atau delimitasi wilayah laut.
Mercusuar
Tanjung Datu, Penanda Batas Indonesia Malaysia
Konon, mercusuar Tanjung Datu yang
kadang ditulis Tanjung Dato dibangun pada tahun 1885 semasa Raja Belanda Willem
III. Menara mercusuar tersebut berfungsi sebagai rambu lalu lintas kapal di
sekitar perairan Tanjung Datu dan Natuna Inlander (Kepulauan Natuna) yang juga
berada di lingkup laut China Selatan. Di kawasan lalulintas laut yang tidak
begitu sibuk itu, banyak terhampar batu karang besar berbahaya.
Meski
sudah berusia 128 tahun, mercusuar peninggalan Belanda itu masih terawat baik.
Sebetulnya, mercusuar tersebut sudah tidak berfungsi sejak tahun 1978. Namun
berkat kepedulian semua pihak termasuk Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
pada tahun 2006, akhirnya mercusuar dengan perlengkapan modern dibangun kembali
oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut setinggi 43 meter.
Jalan masuk menuju Mercusuar Tanjung Datu |
Duduk
diam didalam boat bermesin ganda dengan suara menderu membuat semua penumpang
tak banyak bicara karena terlalu bising. 20 menit waktu tempuh menuju pintu
masuk berupa sebuah pantai kecul yang berpasir dan berbatu besar. Dari jauh termelihat
bendera merah putih berkibar diatas sebuah boat yang menepi di pantai. Sebagai
pemilik paspor hijau bergambar garuda, rasanya tidak sabar menyapa mereka.
Setelah kapal mendarat, setengah berlari tukang jalan jajan menuju kapal ikan
yang tengah bersandar.
Kapal Nelayan Indonesia bersandar di tanjung Datu |
“Dari
mana Bang?”. tanyaku kepada pria berkulit hitam terbakar yang tengah memasak
didalam kapal. “lagi mau makan bang, sekalian nunggu kawan sholat”. seraya
menunjuk sebuah batu besar dipinggir pantai. diriku terperangah, disana
terlihat seorang pria berbaju koko, lengkap dengan kopiah tengah bersimpuh
diatas sajadah. Belakangan baru diketahui namanya Yono, dari Muliadi, penjaga
mercusuar yang akan ditemui sesaat lagi.
Sayangnya
tak sempat menyapa Bang Yono karena Nina mengajak untuk segera naik sebelum
magrib karena tidak mudah menembus hutan dalam kegelapan. Rute ini dapat
ditempuh dalam waktu 45 menit. baru 10 menit nafas kami berlima sudah
senin-kamis, jalan ini menanjak 30-45 derajat dengan hampir tak ada dataran landau. Langkah yang harus dilakukan
juga luar biasa berat. Antar tangga yang diturap di tanah sekitar 50-60 cm,
sungguh tidak cocok dengan kaki pendek asli Asia. Lukas pun menyerah, sementara
David yang berusia sekitar 60 tahun masih berkeras diri untuk sampai ke puncak.
Jelas yang namanya mercusuar pasti berada di puncak tertinggi di ujung pulau
Datu ini.
30
menit berlalu, pinggang sudah mau lepas sementara paha dan betis seperti tak
berada dalam satu sendi. Nina, pemandu yang sudah berusia sekitar 50 tahun
terlihat masih kuat saja. Salut dan takjub dengan tenaga yang dimilikinya.
“Lihat itu!”, Nina menunjuk sebuah papan besar yang menempel disebuah batu
besar. Papan peresmian sekaligus penunjuk arah dan jarak. Terdapat beberapa
nama ibukota dan negara terpampang disana. “Masih berapa jauh lagi?”, tanya kepada
Nina. “Tergantung langkah dan kecepatanmu”, ucapnya terkekeh. Tukang Jalan
Jajan hanya pasrah dan ikut melangkah lagi, tidak mungkin kembali turun
kebawah.
Setelah
beberapa puluh langkah menanjak, semua pendaki ini mendengar lagu dangdut yang
sangat familiar, langkah jadi lebih bersemangat. Ini pasti sudah dekat dan
bukan halusinasi. Benar saja, sebuah gedung terlihat megah berdiri diatas
bukit. Duh! terharu, rasanya seperti sampai di Puncak Kilimanjaro.
Semua sudah sampai di puncak bukit
dan menemukan mercusuar Indonesia tepat bersebelahan dengan mercusuar Malaysia.
Disambut oleh Pak Muliyadi yang kali ini bertugas menjaga Mercusuar selama dua
bulan sebelum berganti dengan jadwal lain. Sambutan hangat khas Indonesia
langsung terasa, mempersilakan minum walau hanya air putih sudah jadi
kebahagiaan tersendiri setelah menempuh perjalanan menanjak yang super
melelahkan. karena tanya begitu banyak, Pak Muliadi meminjamkan buku untuk
dibaca sejenak sembari melepas lelah.
Bangga
sekali melihat mercusuar Indonesia yang terawat bersih, rapi dan memiliki penjaga
seperti Pak Muliyadi. segera tukang jalan jajan mengabadikan momen diberbagai
lokasi perbatasan, mulai dari batu besar yang berada tepat ditengah Indonesia
Malaysia sampai berada diatas bangunan mercusuar dengan pemandangan pantai,
laut dan matahari sore.
Di wilayah Tanjung Datu, batas dan
kepemilikan wilayah Indonesia ditandai dengan suar buatan Belanda pada 1884
setinggi 7 meter. Suar ini berdiri persis di batas wilayah Indonesia, tepatnya
pada patok A4. Sayangnya, tanda batas ini sudah padam, lalu dihapus dari Daftar
Suar Indonesia dan peta laut sejak tahun 1978. Dua suar lain dibangun oleh
Malaysia di wilayahnya. Negara itu membangun suar pertamanya setinggi 10 meter
pada 1987. Karena padam, dibangun lagi suar baru setinggi 7 meter pada 1990.
Suar ini telah masuk dalam Daftar Suar Internasional tahun 2004.Sebetulnya
perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia di ujung Tanjung Datu telah
disepakati pada 1976. Rujukannya perjanjian batas darat Hindia Belanda dengan
Inggris pada 1891. Hanya, tidak diatur pembagian, penetapan, atau delimitasi
wilayah laut.
Berada diatas mercusuar Indonesia di Tanjung Datu |
Konon, mercusuar Tanjung Datu yang
kadang ditulis Tanjung Dato dibangun pada tahun 1885 semasa Raja Belanda Willem
III. Menara mercusuar tersebut berfungsi sebagai rambu lalu lintas kapal di
sekitar perairan Tanjung Datu dan Natuna Inlander (Kepulauan Natuna) yang juga
berada di lingkup laut China Selatan. Di kawasan lalulintas laut yang tidak
begitu sibuk itu, banyak terhampar batu karang besar berbahaya.
Papan nama menara suar Tanjung Datu milik Indonesia |
Meski
sudah berusia 128 tahun, mercusuar peninggalan Belanda itu masih terawat baik.
Sebetulnya, mercusuar tersebut sudah tidak berfungsi sejak tahun 1978. Namun
berkat kepedulian semua pihak termasuk Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
pada tahun 2006, akhirnya mercusuar dengan perlengkapan modern dibangun kembali
oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut setinggi 43 meter. bangga melihat mercusuar
Indonesia yang terawat bersih, rapi dan memiliki penjaga seperti Pak Muliyadi.
Saya pun segera mengabadikan momen diberbagai lokasi perbatasan, mulai dari batu
besar yang berada tepat ditengah Indonesia Malaysia sampai berada diatas
bangunan mercusuar dengan pemandangan pantai, laut dan matahari sore.
Setelah
puas, Nina segera mengajak turun menuju kapal sebelum matahari tenggelam.
Karena kecuraman yang cukup tinggi, meneruni bukit juga jadi tantangan yang
luar biasa bagi sendi lutut. “Nanti malam kita akan sama sama memotret milky way, ayo cepat”, ujar Mark memberi
semangat untuk pulang dan beristirahat.
15 komentar
Silakan berkomentar dengan bijak. Setelah anda mampir dan berkomentar, saya akan berkunjung balik. Jangan meninggalkan link hidup ya :)
Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : eko.dony.prayudi@gmail.com
+Telp/WA : 0819 - 3210 - 9497
+IG/Twitter : @dodon_jerry
Eh ... Saya kira bentuk mercu suarnya seperti yang ada di film-film gitu. Yang terbuat dari tembok dan ada jendela kecil di atasnya. Ternyata seperti tiang pemancar ya ..hehehe
Memang enak sih, punya waktu ngobrol dengan masyarakat setempat. Ada yg beda dari mereka. Dan kisahnya, sesederhana apapun, perlu dicatat
Luar biasa udah 128 usianya :D
Penasaran saat zaman Belanda di sekitar mercusuar itu kehidupannya kyk apa ya...