Cinta Kasih ala Bunda Teresa di Kalkuta

Saya tiba di sebuah bangunan dengan bata berwarna abu-abu bersusun sebagai dinding. Itulah pintu masuk menuju rumah Bunda Teresa, tokoh kemanusiaan yang pernah mendapat nobel perdamaian
Cinta Kasih ala Bunda Teresa di Kalkuta. Saya tiba di sebuah bangunan dengan bata berwarna abu-abu bersusun sebagai dinding. Itulah pintu masuk menuju rumah Bunda Teresa, tokoh kemanusiaan yang pernah mendapat nobel perdamaian karena aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukannya untuk menolong masyarakat miskin dan gelandangan di Kolkata. Memang saya datang saat Bunda Teresa sudah tiada namun karyanya masih terasa hangat hingga saat ini.
Cinta Kasih ala Bunda Teresa di Kalkuta
Cinta Kasih ala Bunda Teresa di Kalkuta
Begitu tiba saya disambut beberapa biarawati yang sangat ramah. Mereka semuanya memakai pakaian biarawati yang khas berupa sari berwarna putih dengan gari berwarna biru di sisi, persis seperti yang dikenakan oleh Bunda Teresa semasa ia hidup. Gedung tempat tinggal Bunda Teresa itu berlantai tiga. Memiliki fungsi yang beragam. Selain sebagai tempat tinggal para biarawati, juga menjadi tempat untuk berbagai kegiatan sosial yang dilakukan oleh para penerus Bunda Teresa. 
Tulisan didepan Rumah Mother Teresa
Tulisan didepan Rumah Mother Teresa
Untuk wisatawan, ada beberapa tempat yang bisa dikunjungi. Diantaranya museum Bunda Teresa yang berisi segala macam hal terkait Bunda Teresa. Kisah sejarah tentang asal-asul Bunda Teresa hingga berita prosesi pengangkatannya sebagai Santa atau orang suci di kalangan gereja Khatolik. Semua kerja-kerja kemanusiaan beliau juga terdokumentasikan dengan rapi. Ucapan, pemikiran dan aksi kemanusiaannya yang tidak pandang suku, ras dan agama akhirnya membuat ia mendapat meraih nobel perdamaiaan. Semuanya jejak-jejak itu bisa saya temui di museum itu.

Bunda Teresa memiliki nama asli Agnes Gonxha Bojaxhiu. Ia lahir di Skopje tahun 1910. Ia tumbuh besar dalam keluarga yang religius sehingga kemudian membuatnya memutuskan menjadi seorang biarawati. Sebelum ke India, ia sempat menjalani kehidupan biarawati di Irlandia. Menjalani kehidupan biarawatinya sebagai pengajar di Kolkata, ia merasa begitu terganggu oleh kemiskinan di kota itu. Berbagai konflik sosial politik yang terjadi membuat Kolkata dalam keputusasaan dan ketakutan, manjadikan ia semakin terpanggil untuk mengabdikan diri dalam misi pelayanan kepada kemanusiaan.
Biarawati di Komplek Mother Teresa
Biarawati di Komplek Mother Teresa
Bunda Teresa kemudian mendirikan Missionaries of Charity sebagai wujud pengabdiannya untuk menolong sesama. Semenjak itu, sebagian besar hidupnya ia habiskan dalam kerja-kerja untuk memerangi kemiskin dan menolong orang-orang tidak beruntung, tidak hanya di Kolkata namun juga di seluruh dunia. Tanpa henti sepanjang usianya ia habiskan untuk berbagi cinta kasih kepada sesama, khususnya mereka yang tidak beruntung.

Membaca berbagai tulisan dan pandangan Bunda Teresa akan membuat kita menyadari bahwa cinta kasih adalah kekuatan terbesar yang ada di muka bumi. Di India, yang kemiskinannya tidak cuma ada dalam statistik, namun tergambar nyata di depan mata, kehadiran Bunda Teresa bak oase bagi kita semua. Memberi inspirasi betapa saya harus belajar lebih banyak lagi tentang kemanusiaan dan kepedulian.
Tulisan tulisan yang di buat Mother Teresa
Tulisan tulisan yang di buat Mother Teresa
Selesai menapak tilas kehidupan Bunda Teresa, saya diajak oleh seorang biarawati untuk melihat kamar tempat tinggal Bunda Teresa. Kamar itu berada di ujung tangga dan dibatasi sebuah kerangkeng. Dari balik kerangkeng, saya bisa melihat bertapa sederhananya kehidupan seorang Bunda Teresa. Sebuah ruangan yang kecil, bahkan terbilang sangat kecil. Perabotannya pun biasa saja, hanya sebuah tempat tidur, lemari dan meja kecil dengan mesin tik diatas. Di meja itulah, Bunda Teresa setiap malamnya menyiapkan berbagai upaya untuk memberikan kepedulian kepada orang-orang yang tidak beruntung. Baik di museum maupun di kamar itu, saya dilarang untuk menggambil gambar.

Selepas dari sana, saya hendak menuju ke makam Bunda Teresa yang juga berada di bangunan itu. Ruangan makam Bunda Teresa ternyata masih berada dalam renovasi, sehingga saya tidak bisa melihatnya langsung karena ditutupi dengan kain penutup. Namun ketika biarawati yang ada di sana mengetahui saya datang jauh dari Indonesia, akhirnya saya di izinkan untuk masuk dan membuka penutup makam. Saya bahkan juga di izinkan untuk mengambil gambar di sini. Bukan Cuma itu, saya bahkan diberikan liontin bergambar Bunda Maria yang sudah mendapat pemberkatan.

Untuk mereka yang punya waktu senggang, dapat pula turut serta mendaftar jadi volunter kegiatan amal yang diadakan oleh tempat itu. Saya sangat ingin sebenarnya, sayang saya tidak punya banyak waktu. Seandainya saja jadwal kepulangan bisa diundur sehari saja, saya pasti akan mendaftar menjadi relawan, sambil berusaha menghayati bagaimana berbagi bisa menjadi kebahagiaan paling tinggi.

Sampai hari ini, setelah kembali ke Indonesia saya masih sering terbayang dengan sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh Bunda Teresa dan tertulis di dinding museumnya:
If you judge people, you have no time to love them.
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.