Menyusuri Sejarah Kampong Ayer di Museum Galeri Kebudayaan dan Pelancongan

Saya melangkahkan kaki mencari rumah yang di tunjuk oleh kak Minah tadi. Kampung yang dijuluki Venesia Asia Tenggara ini ternyata luas dan padat. Kata ‘dekat” yang diinformasikan tadi tidak dekat secara nyata hingga akhirnya saya melihat bendera Brunei yang sangat besar di depan sebuah rumah yang agak sedikit berbeda dengan rumah disekitarnya. Di bagian atas pintu masuk terlihat tulisan “Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer (Kampong Ayer Cultural and Tourism Board)”. Di sebelah bangunan utama terdapat sebuah bangunan menara bersudut enam.

Menyusuri jalan berliku di jembatan penghubung antar rumah di kampung di atas air ini menyiratkan pemandangan tersendiri. Saya beberapa kali berpapasan dengan anak-anak kampung berlarian berkelompok dengan tawa riang gembira. Agak berbeda rasanya melihat anak-anak yang bermain di kampung terapung dengan lahan terbatas dan anak-anak yang biasa bermain di lapangan luas.

Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Saya melangkahkan kaki mencari rumah yang di tunjuk oleh kak Minah tadi. Kampung yang dijuluki Venesia Asia Tenggara ini ternyata luas dan padat. Kata ‘dekat” yang diinformasikan tadi tidak dekat secara nyata hingga akhirnya saya melihat bendera Brunei yang sangat besar di depan sebuah rumah yang agak sedikit berbeda dengan rumah disekitarnya. Di bagian atas pintu masuk terlihat tulisan “Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer (Kampong Ayer Cultural and Tourism Board)”. Di sebelah bangunan utama terdapat sebuah bangunan menara bersudut enam.

Bagian Menara, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Bagian Menara, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Saya mendorong pintu kaca besar musium karena tulisan “open” terpajang di pintu masuk. Tangan mendorong pintu kaca dan kakipun melangkah masuk, saya langsung di sambut meja penerima tamu yang dipenuhi pernak-pernik khas Brunei yang di jual sebagai buah tangan. Seorang petugas bernama Ahmad menghampiri. “Selamat datang di musium, tolong mengisi buku tamu”, ujarnya. Dia tersenyum melihat saya menuliskan nama Indonesia. Kita bersaudara dan sesama muslim lalu menyerahkan sebuah majalah gratis, bendera Brunai dari kertas dan sebuah pin bertuliskan “I Love Brunei”. Tidak ada di pungut biaya dan Ahmad menawarkan untuk mengantar dan mengingatkan untuk tidak mengambil gambar di dalam musium.

Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Ahmad mempersilakan saya duduk di bangku panjang yang menghadap ke sebuah televisi lalu dinyalakan, “Bapak lihat tayangan di TV ini, ada sejarah singkat kampung Ayer setelah itu baru lihat koleksi yang ada di dalam ruangan”. Film dokumenter hitam putih ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat Kampong Ayer di Brunei masa lampau sampai akhirnya berkembang pesat hingga sekarang. Dengan penjelasan menggunakan bahasa Melayu dan tulisan bahasa Inggris di bagian bawah. Setelah 15 menit tayangan pun berakhir.

Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Bagian Dalam, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Saya melangkah masuk ke ruangan utama yang bersudut delapan dan terdapat ruangan-ruangan kecil dengan meja dan lemari pajang berlapis kaca. Terdapat barang-barang dari 600 tahun lalu. Barang barang dari abad lampau di pajang sesuai perkembangannya. Alat-alat rumah tangga dan peralatan nelayan yang sederhana hingga modern ada di ruangan ini. Terdapat juga barang-barang yang di jual dan dipertukarkan dengan bangsa Tionghoa dan Eropa. Kain dan pakaian tradisional juga di pajang di dalam lemari kaca. Saya juga melihat Alat musik berupa gong dan gendang serta benda-benda pusaka seperti keris, pedang sampai senjata api laras panjang.

Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Saat saya datang, tidak ada pengunjung yang datang. Beberapa kali saya mencuri mengambil foto sembari deg-degan karena khawatir terpantau kamera pengintai. Apalagi Ahmad juga berlalu lalang sembari melempar senyum. Tidak ada gambar yang sempurna. Tapi paling tidak saya berhasil mengabadikan dalam ingatan.

Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Hari semakin sore, saya memtuskan untuk beranjak dari musium ini. Saya tidak punya waktu banyak untuk menjelajahi Brunai lebih banyak lagi. Mobil sewaan yang digunakan harus segera dikembalikan dan saya juga harus bergegas jangan sampai perbatasan dan imigrasi tutup. Jika bersamaan dengan jam pulang kantor, biasa saja akan terjadi kemacetan.

Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam

Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Sungai Brunei, Galeri Kebudayaan dan Pelancongan Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Brunei memang negara kecil yang bisa dijelajahi dalam satu hari. Banyak cerita yang luar biasa yang sering kita dapatkan terutama tentang ketatnya aturan agama dan kekayaan Sultan yang melimpah ruah. Sayangnya saya tidak bisa membuktikannya. Jika datang pada saat lebaran, kemungkinan saya bisa datang mengunjungi rumah beliau. Beberapa selentingan rekan-rekan saya juga mengatakan, jika beruntung bertemu Sultan saat pulang sholat Jumat bisa saja rejeki ratusan dolar diselipkan dalam amplop lalu diberikan sultan saat bersalaman. Mau mencoba?



Lihat tulisan sebelumnya di sini dan di sini
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.