Menikmati Surga Makanan Bogor di Suryakencana

Jalan Suryakencana! Orang Bogor sebagian besar mungkin setuju kalau disini surga makanan. Apa makanan Bogor yang sering diselepetin di kuping hampir rata-rata ada disini. Saya punya kesempatan menjelajah disini setelah menempuh perjalanan menggunakan angkot. Berjuang dari kost an di IPB Braga. Jauh, macet dan keringetan. Semuanya terbayarkan saat saya berada di Plang jalan ini. FIUH lega sekaligus bahagia. Sudah terbayang makanan enak berkeliaran.


Jalan Suryakencana! Orang Bogor sebagian besar mungkin setuju kalau disini surga makanan. Apa makanan Bogor yang sering diselepetin di kuping hampir rata-rata ada disini. Saya punya kesempatan menjelajah disini setelah menempuh perjalanan menggunakan angkot. Berjuang dari kost an di IPB Braga. Jauh, macet dan keringetan. Semuanya terbayarkan saat saya berada di Plang jalan ini. FIUH lega sekaligus bahagia. Sudah terbayang makanan enak berkeliaran.

Ternyata perjalanan menuju pusat Kuliner disini masih cukup jauh, saya hanya berpatokan segera cari Gg Auf. Dengan metode ‘malu bertanya sesat dijalan’ saya terus bertanya dan memastikan dimana lokasi tempat ini. Dih, ternyata jauh booooo….. menyesal juga berhenti di ujung jalan masuk Suryakencana. Jalan kaki ini cukup panjang. Lebih 500meter melangkah gg Auf belum sampai juga. Untunglah saya bertemu dengan penjual toge goreng yang menurut saya punya kesalahan penamaan karena tidak sedikitpun digoreng atau ditumis. Coba cek tulisan saya yang lain.

Saya melanjutkan perjalanan dan menemukan cemilan yang cukup membuat penasaran. Sekilas seperti tahu putih segiempat, tapi kok dikipas-kipasin diatas bara api. Apakah itu? Saya mendekat untuk mencari tahu, secara pikulan ini terlihat sederhana dan saya lihat ada beberapa yang mengantri. Insting kuliner saya bekerja dengan baik. Aromanya enak dan mengundang. Kesimpulannya ini pasti lezat



Setelah mendekat saya bisa melihat ketan berbentuk segiempat yang sedang dipanggang diatas bara api. Wih! Ini seperti lemper yang telanjang tanpa daun pisang. Aroma sedap ketan gurih yang terpanggang. Saya tidak sabar dan memesan 5 buah karena sepotong harganya Rp 2000,- dengan sabar saya menunggu dan ternyata saya pembeli terakhir. Cepet banget habisnya, padahal jam tangan saya baru menunjukkan pukul 10 pagi.

Setelah terlihat kering dan sedikit coklat akibat terbakar, ketan itu disimpan diatas daun pisang segar, lalu dibungkus. Saya membayangkan aroma daun pisang yang khas bersatu dengan ketan panggang. Ternyata ketan ini dimakan dengan sambal oncom! Penjual juga menanyakan apakah saya ingin ekstra cabe? Jelas iya! Saya penggemar pedas.

Sembari berlalu, saya mencari tempat meluruskan kaki. Sembari membuka bungkusan daun pisang dan segera aroma sedap merebak. Saya ambil sepotong ketan putih dan saya coa makan tanpa pendamping. Ketannya pulen dan rasanya gurih banget, asinnya pas banget. Membakarnya juga ngga sampe gosong dan kering. Gini aja enak, apalagi dipakein sambal oncom! Rasa dan aroma oncom yang khas, dipadu dengan bawang putih dan cabe! Beuh, saya sudah tidak perduli dengan orang yang lalu lalang didepan saya. Saking enaknya niatnya makan 1 akhirnya saya habiskan semua. Makanan ini sederhana tapi enak.

Setelah saya menoleh sedikit ternyata disebelah saya ada tukang parkir yang juga sedang duduk beristirahat. Kami sempat berbincang sejenak dan saya juga menawarkan potongan terakhir ketan panggang saya dan ditolak dengan alasan sudah sering memakannya. Dia juga mengatakan saya beruntung bisa menemukan bapak penjual ketan ini karena biasanya jam 8 pagi saja sudah ludes! Wih…… memang Tuhan selalu baik kepada traveler hemat seperti saya.



Menyusuri Jalan Suryakencana memang menyenangkan saya juga melihat barisan rumah tua bergaya tiongkok yang masih asli namun sayang ada juga yang tidak terawat. Padahal menurut saya ini merupakan aset wisata yang indah

Sembari melintas mata saya melihat soto kuning Pak Yusuf. Dih! Aromanya begitu tutup kuah dibuka langsung menyebar kemana-mana. Saya otomatis lapar. Mlipir adalah jalan terbaik. Saya langsung pilih-pilih apa yang menjadi isi soto saya. Pilihan tepat adalah babat, usus, paru goreng dan daging, masa bodo dengan kolesterol kalau sudah kulineran begini. I don’t care! Siraman kuah kuning dan potongan tomat berpadu dalam satu mangkok soto. Rasanya enak dan ngga eneg, jangan masukkan apa-apa dulu, biarkan kuah original yang diseruput terlebih dahulu. Baru kemudian kucurkan dengan jeruk nipis. Sweger…… Ludes deh semangkuk dengan segelas teh hangat.

Mari kita hunting lagi! Setelah berjalan sekitar 300 meter saya kembali celingak celinguk. Dasar hidung saya emang tajam. Terlihat seorang pria sedang memotong kikil dan membuka kuah bakso yang langsung mengeluarkan uap gurih sedap. Aha! Menurut literatur kuliner ini dia bakso kikil Mang Jaka. Antrian cukup panjang, kebanyakan membungkus karena bakso ini hanya menyediakan bangku plastik saja untuk makan disini. Tapi siapa perduli kalau sudah suka. Setelah duduk langsung memilih kikil yang akan saya campurkan kedalam kuah bakso. Sebelum makan tutup mata sejenak dan hirup aromanya yang gurih, rasakan kuahnya yang ringan dan tidak penuh lemak, baksonya kenyal dan setiap kunyahannya terasa sekali dagingnya. Apalagi dengan kikil yang kenyal semakin memberikan tekstur setiap kunyahannya. Wenak ini. Layak untuk di coba.

Saya kekenyangan dan perjalanan kuliner di jalan Suryakencana masih panjang. Saya beristirahat sejenak disini, tunggu lanjutan perjalanan saya berikutnya.
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.