Cemilan Sore < Kaloci

Cemilan Sore < Kaloci



Hayoooo….. ngaku deh< siapa yang ngga suka ngemil sore-sore? Pasti rugi banget, apalagi kalau misalnya anda sedang berada di Pontianak, Kota sejuta makanan enak yang lupa untuk di eksplorasi, apalagi disini boleh dibilang, banyak makanan peranakan yang menggugah selera dan sudah langka, banyak ditinggalkan dan memang juga banyak yang tidak tahu. Memang harus ekstra keras mencari dan menemukan tempat makanan enak karena tempatnya yang tertutup dan menyudut, sehingga harus mengernyitkan kening untuk mencarinya

Kali ini saya berjalan-jalan menuju perempatan lampu merah gajahmada menuju K H Agus Salim, saya mencari satu jajanan bernama kaloci, salah satu makanan langka yang sudah sangat sulit untuk didapat dizaman modern seperti ini, kemungkinan peminatnya juga sudah tidak banyak sehingga penjualnyapun tidak banyak lagi. Sebenarnya makanan ini menurut saya enak dan mengenyangkan, tapi coba kita tilik sedikit sejarahnya ya.

Jadi mereka sedia bahan mochi dari ketan (terutama) itu, baru dipulungin dengan center fill (isi) kacang tumbuk bergula, kemudian mochi bulat berisi itu digulirkan di atas hamparan wijen supaya permukaan luarnya bersalut wijen. Agak beda ama kaloci yang dibaluri kacang tumbuk pada bagian luar-nya plus wijen dan gula pasir, dengan bentuk tidak beraturan - dan kemungkinan besar tanpa center fill (lihat di gambarnya ajah sih). Mungkin itu cuma beda variasi-nya saja, tapi bahannya sih ya sarua keneh, sami mawon aka sama ajah.



Mochi khas Tionghua? Bisa jadi. Tapi, nampaknya yang tergila-gila sangat ama si lengket ini adalah orang Jepang. Mereka punya ritual khusus untuk membuat mochi dalam upacara tertentu. Diperagakan dari mulai menumbuk bahan sampai jadi mochi-nya. Orang Jepang sih memang 8080 (paling-paling), apa ajah dibuat ritual, semisal minum teh gitu Saya pernah lihat di TV (lupa stasiunnya) ada satu toko di Jepang khusus jual anything but mochi - aneka center fill dimasukkan dalam mochi, sampai ada yang berisi daging cincang segala - jadi kayak bakpao gitu, dengan 'kulit' mochi.


Di Jakarta, di mal-mal kayaknya lagi 'musim' mochi dijual di konter. Kayaknya sih semacam waralaba dari Taiwan(?). Isinya macem-macem, ada pasta green tea, kacang merah (ogura) dan black sesame (wijen ireng), saya lupa apakah dibalut wijen di sekujur luar tubuhnya atau tidak, kayaknya sih tidak. Sepotong kecil sa-emplukan (one bite size) dibandrol antara 3-4 riben. Cukup mahal untuk ukurannya, tapi ya cukup murah kalau dilihat cara bikinnya, dan kemasannya yang cantik menggugah selera, jeh!

Kalau yang tradisional Indonesia, buatan Sukabumi, Jabar, yang terkenal dan sudah 'berdiri' sejak puluhan tahun lalu (gak capek ya, berdiri terus gitu?) adalah yang Tjap Double Happiness (Xuang Xi). Biasanya dikemas dalam wadah kotak kecil dibuat dari anyaman bambu dengan label kertas HVS putih berlogo huruf
Xuang Xi gede, warna merah. Mochi-nya dibalut tepung kanji, supaya gak saling merekat satu sama lain. Pilihannya cuma kosong, warna merah, hijau atau putih, dengan aroma pandan atau vanila, atau isi kacang tumbuk + gula. Tekstur body si mochi-nya agak lembek, tergeletak dalam wadah dengan alas plastik transparan begitu saja. Ning, masih tetep jadi icon oleh-oleh khas Sukabumi tuh, euy!

Wong Semarang yang lebih kreatip, membuat mochi-nya dengan lebih manis tampilannya. Sebiji-sebiji dikasih lagi wadah mangkuk kertas berrimpel, sekujur badannya dilumuri wijen, isinya sama ajah kacang tumbuk + gula, tekstur bodynya lebih kenceng dan gak terlalu lengket. Gak perlu dibedak-in pupur kanji lagi, sebab gak saling bersentuhan satu sama lain sih. Dikemas dalam kotak karton berlaminasi plastik, cantik, dominan warna dasar merah. Merek yang terkenal adalah Gemini dengan gambar sepasang anak bayi - zodiak gemini berlogo anak kembar, dengan hot print gold foil. Ini sudah jadi icon oleh-oleh khas Semarangan.

di Ponti disebutnya 'kaloci'? Ini yang saya jadi kepingin tahu juga. Mungkin ada di antara anda yang bisa berbasa Tiociu, jadi bisa membeberkan rahasia di balik nama yang beda ini. Untuk si bulet lengket berpupur aci atau bertaburan kacang +wijen+gula pasir, memang sekarang umumnya disebut sebagai 'moci', entah hasil tranformasi dari 'muachi' atau dari 'mochi' Jepang, yang jelas itulah padanan sebutan untuk kaloci di Ponti

Sementara 'mochi' sendiri mestinya dari 'ma' Âé dan 'chi' ¼^, yang dalam lafal Jepang (kenapa di mari ngambilnya dari lafal Jepang ya?) si Âé (ma) dibunyikannya jadi 'mo', yang artinya 'wijen'. Penekanan nama nampaknya pada 'isi'nya di sono yang kebanyakan pake wijen tumbuk instead of kacang suuk tumbuk
yang lebih murah harganya dibanding wijen.

Ah…. Saya menemukan gerobak dorong sederhana ini dengan sekuali penuh mochi yang siap dijual, sederhana sekali, menurut penjual ini hanya tepung ketan yang dimasak sambil diuleni dengan kekentalan tertentu, tanpa campuran apapun, saya juga merasakan memang kaloci tanpa taburan memang hambar namun harum, supaya tidak lengket saat diambil maka digunakan minyak makan. Memang sebelum dihidangkan, kaloci ini harus diracik terlebih dahulu.

Kaloci yang sudah diambil lalu ditaburkan kacang tanah sangrai yang sudah ditumbuk setengah halus lalu ditambah taburan wijen dan gula putih. Lalu kaloci dipotong-potong sembari terus ditaburi dan setelah semuanya rata, baru kaloci ini siap dihidangkan. Satu porsi harganya dibandrol 12 ribu rupiah. Makanan ini memang cocok dinikmati sebagai kudapan.

ini resepnya kalau mau coba buat yah
Bahan Adonan :
250 gr Tepung ketan putih
350 cc Air

Cara Membuat :
Campur tepung dan air, masak di api kecil sampai matang.

Gulingkan di atas kacang tanah goreng yang sudah dihaluskan, wijen dan gula.
Potong kecil-kecil dengan spatula.
Memang agak susah mencari gerobak penjual kaloci ini karena nyempil diantara makanan-makanan tidak halal, jadi ……… waspadalah
Warga negara Indonesia yang cinta budaya dan kuliner Indonesia dan sekarang menetap di Pontianak. Berprinsip belajar terus menerus dan berusaha tetap dinamis. Berpikiran bahwa hasil tidak akan menghianati usaha serta percaya bahwa rejeki tidak mungkin tertukar.